Bendera negara-negara Uni Afrika/Net
Pembekuan atau bahkan pengusiran Republik Demokratik Arab Sahrawi (SADR) dari Uni Afrika bukan hal yang tabu dan mustahil. Pasalnya SADR hanya kelompok bersenjata dan bukan negara berdaulat.
Demikian hasil seminar bertajuk “The Imperative of Economic Recovery: How can the Resolution of the Sahara Issue Strengthen Africa’s Regional and Continental Integration?†yang digelar lembaga think tank Imani Center for Policy and Education yang berbasis di Ghana pada Selasa (27/8).
Dalam seminar tersebut, para peserta mengecam penerimaan SADR ke Organisasi Persatuan Afrika (OAU) dan Uni Afrika sebagai entitas non-negara lantaran menjadi sumber perpecahan dan hambatan bagi organisasi kawasan tersebut.
Satu suara, para peserta menegaskan bahwa Uni Afrika harus memperbaiki warisan dan sejarahnya dengan membekukan atau bahkan mengusir SADR.
"Langkah itu bukan dimaksudkan untuk memenuhi ambisi eksklusif Maroko, tetapi mendorong negara-negara AFrika mengakhiri perpecahan yang berlebihan, dan menghentikan instrumentalisasi sebuah organisasi yang seharusnya melayani cita-cita dan tujuan Pan-Afrika," begitu kesimpulan dari Imani Center for Policy and Education, seperti dikutip
Maroc.ma.
Para peserta berpendapat, hambatan utama dalam integrasi ekonomi Afrika, salah satunya adalah masalah Sahara. Perlu adanya solusi yang realistis dan definitif untuk mengatasi masalah ini.
Terkait hal ini, beberapa peserta menyoroti Rencana Otonomi Maroko yang dianggap sebagai solusi yang tulus dan realistis, serta kredibel dan inklusif untuk menangani isu Sahara.
Penyelesaian isu Sahara ini sangat penting, lantaran negara-negara Afrika perlu melakukan pemulihan ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Selain itu, insiden di Guerguerat juga menunjukkan betapa pentingnya solusi isu Sahara.
Baru-baru ini, Polisario telah menghalangi lalu lintas vital dan strategis di Guerguerat yang menghubungkan Eropa, Afrika Utara, dan Afrika Barat selama tiga pekan.