Berita

Anggota DPD RI, Abdul Rachman Thaha/Net

Politik

Abdul Rachman Thaha: Pemerintah Lempar Handuk? Sampai-sampai Bantuan Vaksin Dipakai Berdagang

SENIN, 12 JULI 2021 | 13:59 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Perdagangan vaksin Covid-19 di apotek Kimia Farma ikut dikomentari Anggota DPD RI, Abdul Rachman Thaha.

Senator asal Kota Palu itu menilai pemerintah telah abai terhadap prinsip kedaruratan Covid-19 saat ini.

"Perdagangan Vaksin, Pemerintah Lempar Handuk?" tanya Abdul Rachman Thaha kepada wartawan, Senin (12/7).

Abdul Rachman Thaha menekankan, vaksin Covid-19 di Indonesia digunakan atas dasar izin penggunaan darurat yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).

"Dari sebutannya, 'izin darurat', bisa dibayangkan kegentingan yang harus segera teratasi lewat vaksinasi massal," imbuhnya.

Dengan kata lain, Abdul Rachman Thaha memandang seharusnya seluruh pemangku kepentingan memiliki mindset yang sama, yaitu dalam situasi darurat yang terpenting adalah bagaimana sebanyak-banyaknya vaksin bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Namun, ia merasa aneh jika dalam situasi darurat yang bahkan kian memburuk seperti sekarang ini, Pemerintah justru memakai mindset non-kedaruratan dengan melakukan komersialisasi vaksin melalui apotek tertentu.

"Ketika target satu juta orang divaksin per harinya masih belum tercapai, termasuk akibat keterbatasan pasokan vaksin, sungguh aneh bahwa sebagian vaksin justru dialokasikan tidak untuk mencapai target itu," tutur Abdul Rachman Thaha.

"Apakah Pemerintah memanfaatkan sumbangan vaksin dari negara-negara lain, lalu menjadikan persediaan vaksin sebelumnya sebagai barang dagangan?" sambungnya.

Dari situ, Abdul Rachman Thaha khawatir Pemerintah belum siap membangun safeguard untuk menangkal perdagangan gelap vaksin dan penjualan vaksin palsu.

Kekhawatiran itu menurutnya cukup beralasan, mengingat berbagai perlengkapan dan peralatan untuk penanganan Covid-19 ternyata sudah dipalsukan dan beredar di masyarakat.  

"Antara lain, masker bekas pakai, oximeter palsu, dan sertifikat palsu. Jika nantinya terbukti vaksin palsu dan lain-lain itu lalu lalang tak terkendali, maka semakin nyata bahwa inisiatif perekonomian lewat perdagangan vaksin justru mendatangkan persoalan keamanan dan penegakan hukum yang luar biasa peliknya," bebernya.

Di samping itu, Abdul Rachman Thaha juga menyoroti sistem prioritas pemberian vaksin yang dibuat pemerintah, apakah masih bisa dipertanggungjawabkan keberlanjutannya? Karena dahulu, ia melihat sejumlah kelompok masyarakat diprioritaskan menerima vaksin. Misalnya tenaga kesehatan, petugas layanan publik hingga Lansia.

"Prioritas berikutnya orang dengan gangguan jiwa. Saya tak menangkap informasi tentang prioritas-prioritas berikutnya," katanya.

Dalam konteks itu Abdul Rachman Thaha memandang perdagangan vaksin via apotek semakin kuat mengindikasikan bahwa Pemerintah sendiri kini justru abai terhadap sistem prioritas yang pernah dibangunnya sendiri.

"Untuk mengujinya gampang: Coba sajikan data, berapa persen orang-orang dari kelompok prioritas yang telah divaksin. Lalu tanyakan ke Pemerintah, bagaimana komersialisasi vaksin bisa mempercepat tuntasnya vaksinasi bagi seluruh anggota kelompok-kelompok prioritas tersebut," paparnya.

Lebih lanjut, Abdul Rachman Thaha tak memungkiri prediksi Perekonomian negara yang dinilai banyak kalangan kian mendekati titik kolaps, dan memang perlu diselamatkan.

Akan tetapi, ia menggarisbawahi tentang konteks yang harus diselamatkan adalah kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat lapisan bawah yang pastinya terdampak paling hebat.

"Pemerintah perlu mengerahkan kreativitas guna menemukan terobosan-terobosan ekonomi yang lebih prospektif sekaligus sensitif terhadap masyarakat. Dan perdagangan vaksin pada masa sekarang, menurut saya, tidak patut menjadi terobosan itu," demikian Abdul Rachman Thaha.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya