Pemimpin Pondok Pesantren dan Perguruan Islam As-Syafiiyah, KH Abdul Rasyid bin KH Abdullah Syafii/Net
Pemimpin Pondok Pesantren dan Perguruan Islam As-Syafiiyah, KH Abdul Rasyid bin KH Abdullah Syafii memiliki karakter yang blak-blakan dalam menguratakan pendapat, khususnya saat membela kepentingan rakyat.
Begitu kenang Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf al-Jufri pada sosol legenda di kalangan masyarakat Betawi yang meninggal dunia pada Sabtu (10/7) tersebut.
“Sebagaimana karakter warga Betawi, Kiyai bicara apa adanya tanpa basa-basi. Jika ada masalah diungkapkan penyebabnya dan coba dipecahkan bersama. Tidak ada yang disembunyikan,†ujarnya.
Salim Segaf menilai, wafatnya Kiai Rasyid benar-benar menyentak kesadaran keluarga besar PKS, karena sebelumnya telah banyak kiai, ulama dan tokoh bangsa yang wafat di masa pandemi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat sekurangnya 584 kiai dan tokoh agama yang wafat di berbagai daerah seluruh Indonesia. Ini suatu kehilangan besar (lost generation).
Untuk itu, PKS menggelar Istighotsah Nasional demi Keselamatan Negeri yang diikuti puluhan ribuan netizen melalui saluran Zoom, Facebook dan Youtube.
Acara dijadwalkan Sabtu (10/7) ba’da Isya untuk mendoakan seluruh rakyat Indonesia yang terpapar wabah, dan qadarullah pada waktu menjelang Maghrib, Kiyai Rasyid pulang ke rahmatullah.
Salim Segaf hadir memberikan tausyiah dan munajah akhir dalam acara tersebut. Di antara para tokoh tampak Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Habib Sholeh bin Baghir al-Athas (Majelis Taklim al-Afaaf, Tebet) membacakan yasin dan tahlil, KH Abdullah Jaidi (Ketua MUI Pusat) memberi sambutan, dan KH Abdul Malik Said (Ponpes al-Haq an-Nahdliyah, Sidoarjo) yang membacakan doa istighotsah.
Salah satu momen perjumpaan Salim dengan Kiyai Rasyid menjelang pemilihan presiden tahun 2019, yakni Ijtima Ulama yang diikuti perwakilan ulama dari seluruh Indonesia dengan berbagai latar belakang organisasi.
“Kiyai Rasyid memimpin sidang dan berupaya mempertemukan beragam pandangan berbeda hingga tercapai kesepakatan. Intinya, tokoh Islam dan nasionalis harus bergandeng tangan memimpin negeri ini,†ujar Salim.
“Jadi, tak ada politik identitas atau aliran, justru ingin mempersatukan,†sambungnya.
Dalam tausyiah Salim Segaf menyitir pelajaran berharga bisa diambil bangsa menanggulangi pandemi. Salah satunya mengajak untuk bermuhasabah, memohon ampunan pada Allah dan menjadikan pandemi sebagai momentum menguatkan keimanan dan ketakwaan.
“Jangan sampai sebelum, selama, dan setelah pandemi pribadi kita dan karakter bangsa ini sama saja, tak berubah dan terus berbenah menjadi lebih baik,†tegasnya.