Berita

Ekomom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina dan Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Didik J Rachbini/Net

Bisnis

Didik J Rachbini: Utang Menumpuk Karena Politik Ekonomi DPR Dan Pemerintah Jadi Masalah Beratnya!

RABU, 23 JUNI 2021 | 13:28 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Tren penambahan utang dalam audit laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2020 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dikomentari ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini.

Didik berpendapat, laporan BPK atas audit tersebut jelas-jelas telah menunjukkan tren penambahan utang dan biaya bunga yang telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun yang sama.

Apalagi, kata Didik, BPK mengungkap bahwa utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan atau International Debt Relief (IDR). Di mana, rasio debt service terhadap penerimaan negara sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 persen sampai 35 persen.

Menurut Didik, pengelolaan fiskal yang tercantum di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejatinya adalah kebijakan politik atau tepatnya politik ekonomi.

Sehingga, jika ada masalah dengan kebijakan defisit yang besarannya tidak sesuai dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, yaitu sebesar 3 persen, maka yang salah adalah kebijakan politik ekonominya.

"Jadi kebijakan politik ekonomi DPR dan presiden itu masalah berat sekarang ini, yang akan berdampak sangat pada kepemimpinan berikutnya," ujar Didik kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (23/6).

Selain itu, Didik memandang mesin politik di Indonesia saat ini sedang rusak akibat demokrasi yang sudah mundur menjadi otoriter, sehingga kebijakan anggaran menjadi sewenang-wenang.

Hal itu, katanya, terlihat dari langkah pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 1/2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Melalui beleid ini, pemerintah bisa menetapkan defisit hingga lebih dari 3 persen hingga tahun 2022.

"Kebijakan anggaran menjadi hantam kromo, salah kaprah seperti sekarang ini. Jadi, siap-siap kita menghadapi masalah berat dalam utang yang berat," imbuhnya,

Ketua Dewan Pengurus Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini melanjutkan, dari data-data utang dan kebijakan keuangan yang ada saat ini, ekonomi RI sudah berada pada tataran awal dari krisis yang bisa menyebar ke berbagai sektor ekonomi lainnya.

"Termasuk terhadap kepercayaan pada ekonomi Indonesia," tegasnya.

Rektor Universitas Paramadina ini menambahkan, sistem demokrasi yang kini berkamuflase dalam corak pemerintahan otoriter, juga menjadi satu sebab ekonomi  dalam negeri terpuruk. Di tambah, anggota-anggota  dewan yang hanya menuruti kemauan pemerintah dalam setiap penyusunan kebijakan khususnya perekonomian.

"Cuma nurut saja (DPR), defisit dilebarkan semau gue dengan alasan pandemi. Hak budgetnya (DPR) dipotong, sehingga tidak punya wewenang menentukan APBN," tuturnya.

"Itu akar masalah karena demokrasinya rontok maka politik ekonomi anggaran memakai kekuasaan politik minus rasionalitas akal sehat, jauh dari obyektivitas teknokratisme," demikian Didik J Rachbini.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan per April 2021, posisi utang pemerintah pusat sudah mencapai 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau sebesar Rp 6.527,29 triliun.

Teranyar, pemerintah menerima total 1,7 miliar dolar Amerika Serikat, atau setara dengan Rp 24,6 triliun (kurs Rp 14.489 per dolar Amerika Serikat) pencairan dari Bank Dunia dalam sepekan terakhir.

Utang tersebut digelontorkan secara bertahap oleh Bank Dunia untuk mendukung tiga program pemerintah.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya