Ketua DPR RI sekaligus cucu Bung Karno, Puan Maharani/Ist
Bulan Juni juga dikenal sebagai Bulan Bung Karno. Peringatan ini mengacu pada Hari Lahir Pancasila yang digagas oleh Soekarno dan diperingati setiap 1 Juni. Selain itu, Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 dan wafat pada 21 Juni 1970.
Merayakan Bulan Bung Karno adalah merayakan perjuangannya untuk Indonesia. Terlepas dari itu, kita pun sudah sepatutnya merayakan berbagai teladan yang telah diberikan oleh Bapak Bangsa ini. Salah satunya adalah menghidupkan kembali kegemaran membaca seperti yang biasa dilakukan Bung Karno.
Pertama kali Bung Karno jatuh hati pada dunia yang disuguhkan dalam buku ketika dia mondok di kediaman HOS Tjokroaminoto. Saat itu dia sedang menempuh pendidikan HBS (setara SMA) di Surabaya. Dalam otobiografi berjudul "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", dia mengaku diberikan banyak buku milik Tjokroaminoto yang dianggapnya begitu berharga.
Dia juga sering menghabiskan waktu di perpustakaan di Surabaya dan melahap buku-buku politik. Di tempat itu dia mendapatkan kepuasan batin, menggantikan kekecewaannya terhadap pergaulan dan kondisi masyarakat yang terkungkung penjajahan dan kemiskinan.
“Buku-buku menjadi temanku. Dengan dikelilingi oleh kesadaranku sendiri aku memperoleh kompensasi untuk mengimbangi diskriminasi dan keputusasaan yang terdapat di luar. Dalam dunia kerohanian dan dunia yang lebih kekal inilah aku mencari kesenanganku. Dan di dalam itulah aku dapat hidup dan sedikit bergembira,†tulis Soekarno, dikutip dari laman
Historia.
Buku telah membuka pandangan Soekarno. Dia pun mulai aktif menuangkan gagasan-gagasan tentang kesetaraan dan kemerdekaan.
Menurutnya, dia telah menulis 500 karangan lebih di majalah
Oetoesan Hindia milik Sarekat Islam, dengan menggunakan nama pena “Bimaâ€, seorang tokoh pewayangan yang artinya “Prajurit Besarâ€.
Sepanjang hayatnya, Bung Karno tak berhenti menuliskan buah pikirannya. Banyak karya tulisan lahir dari tangannya. Di antaranya "Lahirnya Pancasila" (1945), "Sarinah" (1951), dan yang paling terkenal kumpulan tulisan dalam buku "Di Bawah Bendera Revolusi" Jilid 1 (1959) dan Jilid 2 (1960). Dalam buku-buku tersebut Soekarno selalu memberikan rujukan nama pengarang beserta judul bukunya.
Pada karya "Sarinah", contohnya, Bung Karno mencatat sumber kutipan hingga 224 orang rujukan. Hal ini menjadi bukti kegilaan Bung Karno dalam membaca.
Melalui buku, dia memperkaya keilmuannya dan berhasil menguasai berbagai ilmu dari ideologi, politik, sosial dan ekonomi. Dia juga mampu menguasai banyak bahasa. Bahkan memiliki koleksi buku berbahasa Belanda, Jerman, Inggris, dan Prancis.
Meski koleksinya mencapai puluhan ribu buku, Soekarno mengingat dengan akurat tentang koleksi bacaannya, sekaligus tempat menyimpannya.
Koleksinya juga beragam. Bung Besar ini tak hanya membaca bacaan bertema berat, tapi juga bacaan populer semisal majalah terbitan Amerika, Vogue dan Nugget.
“Dari kegemaran membaca buku, lahirlah pemikiran dan gagasan-gagasan besar Bung Karno yang masih relevan hingga saat ini. Di antaranya tentang pendirian Lemhannas dan pentingnya pemahaman geopolitik Indonesia,†kata Ketua DPR RI sekaligus cucu Bung Karno, Puan Maharani, pada peresmian patung Soekarno di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Kamis (20/5).
Lebih luas, monumen Bung Karno ini bisa menjadi pengingat semua masyarakat Indonesia atas perjuangan mencapai kemerdekaan dan mempertahankannya. Dari situ kemudian menumbuhkan kesadaran generasi muda soal tugas untuk mengisi kemerdekaan dengan kontribusi positif sesuai bidang masing-masing demi kemajuan bangsa.
Dalam konteks pandemi Covid-19, tugas itu dapat diartikan dengan membangun kekuatan untuk bersama-sama keluar dari wabah virus corona. Puan percaya bahwa bangsa Indonesia pasti bisa melalui tantangan berat tersebut dengan cara bergotong royong, disiplin, dan menjaga kesadaran bersama akan pentingnya mencegah penularan Covid-19.
“Kita harus bangkit! Kebangkitan kehidupan sosial, ekonomi, yang terdampak pandemi Covid-19,†tutup Puan.