Berita

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun/RMOL

Publika

23 Tahun Reformasi: Rakyat Sengsara Penguasa Berpesta

SABTU, 29 MEI 2021 | 16:42 WIB

PERLU mengumpulkan data untuk membuat kesimpulan judul tulisan ini. Dua puluh tiga tahun reformasi telah berlalu, rakyat masih sengsara, tetapi penguasa berpesta. Rakyat menangis ditengah wajah kuasa yang terlihat bengis.

Mungkin ada yang terhenyak dengan narasi itu. Bahkan mungkin merespons dengan sentimen, menyerang personal dan nyinyir.

Respons semacam itu dapat dipahami, mungkin karena belum mengerti bahwa kritik adalah gizi demokrasi yang bisa membuat pemerintah introspeksi dan bisa membuat demokrasi lebih maju.


Mungkin juga belum mengerti tentang satu dimensi penting bahwa tanggungjawab intelektual itu membebaskan manusia dari penderitaan (Moh.Hatta, Tanggungjawab Moral Kaum Intelegensia, LP3ES,1983).

Fungsi itu yang sesungguhnya sedang dijalankan akademisi maupun kelompok oposisi. Dalam bahasa Antonio Gramsci fungsi intelektual semacam itu disebut intelektual organik (Antonio Gramsci, Prison Notebooks, 1970).

Bulan Mei, dua puluh tiga tahun lalu intelektual organik di Indonesia menjadi kunci penting bagi hadirnya gerakan reformasi 1998.

Pada momentum 23 tahun reformasi ini mari kita berpikir sejenak mengurai data satu persatu meski tidak semuanya dibeberkan. Sebab artikel singkat ini tidak mungkin menampung seluruh derita rakyat.

Rakyat Sengsara

Mengapa rakyat sengsara? Kita mulai dari data turunya angka pertumbuhan ekonomi. Pada kuartal I-2020 angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,97 persen. Pertumbuhan tersebut mengalami kontraksi 2,41 persen dibandingkan triwulan IV 2019 yang tercatat 4,97 persen.

Itu maknanya konsumsi, investasi, maupun belanja pemerintah mengalami penurunan. Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia mengalami penurunan daya beli. Bahkan, konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) merosot tajam. Dari  sini sesungguhnya sudah mulai terlihat derita rakyat.

Itu kuartal I awal tahun 2020 dimana angka pertumbuhan ekonomi turun drastis tetapi belum minus. Faktanya kemudian dari tahun 2020 hingga kuartal I tahun 2021 ini angka pertumbuhan ekonomi kita berturut-turut minus. Indonesia memasuki jurang resesi ekonomi yang dahsyat.

Ini data angka pertumbuhan ekonominya. Minus 5,32 persen pada kwartal II , minus 3,49 persen pada kwartal III, minus 2,19 persen pada kwartal IV tahun 2020, dan di kwartal I tahun 2021 ini angka pertumbuhan ekonominya tetap minus 0,74 persen.

Bayangkan empat kwartal berturut-turut minus. Itu artinya Indonesia berada di jurang resesi ekonomi berkepanjangan.

Indonesia belum mampu keluar dari resesi ekonomi. Kalah sama India yang sudah keluar dari resesi ekonomi dengan angka pertumbuhan positif 0,4 persen, bahkan Indonesia kalah dengan Vietnam yang kini angka pertumbuhan ekonominya positif 4,48 persen. Indonesia tak kunjung pulih. Rakyat masih terus sengsara.

Ada sekitar 10 juta pengangguran. Angka itu mengacu pada data BPS yang naik nyaris 3 juta orang dari jumlah pengangguran 2019 sebanyak 7,1 juta orang.

Namun, data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan jumlah pengangguran Indonesia pada 2021 meningkat antara 10,7 sampai 12,7 juta orang.

Itu jumlah pengangguran, jangan tanya jumlah orang miskin? Datanya makin menunjukan tingkat kesengsaraan rakyat yang terus bertambah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin pada September 2020 sebanyak 27,55 juta jiwa atau meningkat 2,76 juta dibandingkan tahun sebelumnya.

Tahun 2021 ini diperkirakan angka kemiskinan masih terus bertambah. Itu data resmi negara, namun secara empirik saat ini angkanya bisa lebih dari itu. Ya, rakyat sengsara.

Penguasa Berpesta

 
Jika rakyat sengsara, apakah penguasa ikut sengsara? Tidak! Mereka berpesta. Sebab, selain mereka dapet honor lain lain, mereka masih menikmati gajih secara utuh dari pajak rakyat.

Lebih miris korupsi penguasa masih sering kita dengar. Bayangkan ditengah rakyat menderita, tega-teganya uang untuk bantuan sosial (Bansos) rakyat miskin dikorupsi. Angka korupsinya dahsyat pula hingga triliunan rupiah.

Tidak hanya Bansos ternyata korupsi juga terjadi di sektor pajak, alutsista, dan lain-lain. Puluhan hingga ratusan milyar dikorupsi, bahkan secara total diduga kuat angka korupsinya mencapai triliyunan rupiah juga.

Ya, penguasa berpesta dengan kue korupsi. Kini ditengarai sedang terjadi semacam 'bancakan uang APBN' untuk modal pemilu 2024. Ya, penguasa pesta uang APBN. Rakyat tak usah diperhatikan. "Persetan Rakyat !" Kata anggota DPR versi DPR-Musikal yang viral itu.

Terjadinya korupsi yang terus-menerus ini menyebabkan indek persepsi korupsi (corruption perception Index) Indonesia sangat buruk, skornya  37 (Transparency International,2020). Itu artinya rapotnya masih merah karena skor 37  dari rentang 0 sampai 100.

Kini rezim makin berpesta karena UU KPK versi revisi sudah disahkan, upaya 51 Guru Besar yang meminta Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga ditolak, dan puluhan penyidik KPK yang berintegritas kini tersingkir melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan yang janggal itu.

KPK dan MK dua lembaga yang dibangun dengan darah dan nyawa Reformasi kini lunglai terpuruk di titik nadir. Cendekiawan Yudi Latif disebuah media nasional menyebut ini sebagai Penghancuran Pencapaian (6/5/2021).

Ya penguasa berpesta, sebab koruptor yang merugikan negara  puluhan triliun rupiah dibebaskan. Sejak UU KPK yang baru disahkan untuk pertama kalinya dalam sejarah KPK mengeluarkan SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara) untuk koruptor BLBI yang merugikan uang negara triliunan rupiah itu.

Itu permulaan, sangat mungkin akan ada SP3 berikutnya. Para penguasa bisa berkesimpulan korupsi tidak apa-apa nanti juga bisa di SP3. Itu narasi pesta para penguasa. Miris dan menyakitkan.

Agenda reformasi untuk memberantas korupsi makin hancur lebur. Mereka berpesta ditengah remuknya  harapan rakyat. Berpesta di tengah rakyat sengsara!

Ubedilah Badrun
Penulis adalah Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya