Berita

Presiden AS Joe Biden/Net

Muhammad Najib

Dilema Biden Menghadapi Konflik Palestina-Israel

RABU, 19 MEI 2021 | 10:14 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

SIAPAPUN Presiden Amerika dan dari partai manapun ia berasal, tidak mungkin berani secara terbuka berbeda sikap dengan Israel terkait persoalan politik di Timur Tengah, khususnya dalam masalah konflik Palestina vs Israel.

Dibanding pendahulunya Donald Trump, jelas sekali Joe Biden lebih ramah terhadap Palestina. Meskipun demikian, ia tidak kuasa menolak berbagai keinginan Israel.

Hal ini terlihat jelas dalam Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa  (PBB), yang diselenggarakan Ahad (16/5/2021), meskipun seluruh anggotanya telah menyetujui untuk segera dikeluarkannya resolusi gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang sedang bertempur, mengingat banyaknya korban masyarakat sipil yang tidak berdosa, Amerika menggunakan hak vetonya untuk menghalangi.


Meskipun melawan opini publik termasuk yang berkembang di Eropa dan di masyarakat Amerika sendiri, Washington tampak tidak peduli, karena tidak kuasa menolak keinginan Tel Aviv, yang menolak gencatan senjata, sebelum menuntaskan misinya menghabisi kekuatan militer Hamas di Gaza, Palestina.

Kali ini pemerintah negara Zionis ini benar-benar ingin tampil sebagai pemenang di mata rakyatnya, mengingat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkuasa berambisi memperpanjang kekuasaannya dan sedang mengincar kembali kursi Perdana Menteri.

Karena itu, Bibi panggilan akrabnya bisa menggunakan klaim kemenangannya melawan Hamas, sebagai tiket untuk mendapatkan dukungan rakyatnya, khususnya terhadap anggota Knesset (Parlemen Israel) yang secara formal sebagai memegang suara rakyat.

Persoalannya kemudian, Mossad tidak kunjung berhasil menemukan simpul-simpul jaringan terowongan bawah tanah, yang dibangun Hamas di bawah kota Gaza, yang menjadi rahasia kekuatannya.

Bahkan angkatan Udara pasukan Israel  (IDF) salah mengidentifikasikan sasaran, sehingga gedung  12 lantai yang menjadi kantor media Associated Press (AP) milik Amerika dan Aljazeera milik Qatar, serta sejumlah media lain rata dengan tanah dalam hitungan detik.

Kegagalan Mossad ini mengakibatkan pasukan darat Israel yang sudah dipersiapkan di perbatasan yang menunggu selama berhari-hari, tidak kunjung berani memasuki wilayah Gaza, karena khawatir akan menggali kuburnya sendiri.

Di sisi lain Hamas tidak kunjung menyerah. Hal ini terlihat dengan roket yang terus dikirimnya menghujani kota-kota di Israel termasuk kota terbesar Tel Aviv.

Jika perang dihentikan dalam kondisi seperti ini, maka publik akan menilai Benjamin Netanyahu gagal dalam menjalankan misinya, dan Hamas berhak mengklaim sebagai pemenangnya. Hal ini tentu sangat ditakutkan sang Perdana Menteri Israel terlama ini.

Bagi Biden semua ini tentu merupakan mimpi buruk yang tidak diharapkan.

Dia berusaha menutupi fakta sebenarnya yang dihadapi dengan cara membangun opini publik, bahwa dirinya telah menelepon Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, serta sejumlah pemimpin Arab di Timur Tengah, sebagai bagian dari upayanya untuk meredakan ketegangan yang terjadi, sembari berjanji bahwa dirinya berkomitmen terhadap penyelesaian masalah Palestina-Israel dengan formula Two States Solution.

Bagi Biden semua ini telah mengacaukan agendanya untuk merangkul negara-negara muslim, yang diharapkan berdiri bersama Amerika dalam menghadapi China yang terus menghantui hegemoni Amerika di pentas global.

Pada saat yang sama, Beijing dengan cerdas memanfaatkan isu Palestina ini untuk menyerang balik Washington, yang memainkan isu pelanggaran HAM yang dilakukan Tiongkok terhadap minoritas Uighur.

Menlu China Wang Yi dengan lantang menyatakan: "Bagaimana Amerika yang sangat bersemangat membela HAM suku Uighur, sementara tidak peduli dengan pelanggaran HAM yang diderita rakyat Palestina?"

Karena itu, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Wang Yi yang mewakili negaranya yang memimpin sidang dalam pembahasan usulan gencatan senjata Israel-Hamas seperti mendapatkan panggung besar untuk mengolok-olok Amerika.

Kini dunia menyaksikan secara terbuka, saat Amerika berdiri malu di samping Israel, China dengan gagah membela Palestina.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pertunjukan ‘Ada Apa dengan Srimulat’ Sukses Kocok Perut Penonton

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:57

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik Thailand-Kamboja

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:33

Truk Pengangkut Keramik Alami Rem Blong Hantam Sejumlah Sepeda Motor

Minggu, 28 Desember 2025 | 03:13

Berdoa dalam Misi Kemanusiaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:59

Mualem Didoakan Banyak Netizen: Calon Presiden NKRI

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:36

TNI AL Amankan Kapal Niaga Tanpa Awak Terdampar di Kabupaten Lingga

Minggu, 28 Desember 2025 | 02:24

Proyek Melaka-Dumai untuk Rakyat atau Oligarki?

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:58

Wagub Sumbar Apresiasi Kiprah Karang Taruna Membangun Masyarakat

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:34

Kinerja Polri di Bawah Listyo Sigit Dinilai Moncer Sepanjang 2025

Minggu, 28 Desember 2025 | 01:19

Dugaan Korupsi Tambang Nikel di Sultra Mulai Tercium Kejagung

Minggu, 28 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya