Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Saatnya Komnas HAM Diberi Kewenangan Seperti KPK

MINGGU, 16 MEI 2021 | 03:22 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebaiknya memiliki kedudukan dan kewenangan yang cukup untuk menyelesaikan pelanggaran HAM hingga tuntas.

Demikian dikatakan Gurubesar pascasarjana IAIN Syech Nurjati Cirebon, Profesor Sugianto, dalam keterangannya kepada Kantor Berita RMOLJabar, Sabtu (15/5).

"Sudah saatnya Komnas HAM diberikan kewenangan seperti KPK untuk menyelesaikan beberapa kasus pelanggaran HAM di tanah air," ujar Prof Sugianto.

Oleh karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah dan DPR RI merevisi UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Langkah itu untuk memberi kepastian hukum dan menghentikan polemik tentang lembaga mana yang paling berwenang menangani kasus HAM.

“Selama ini, masih ada pro kontra kewenangan lembaga penegak hukum mana yang menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan,” tutur Sugianto.

Menurutnya, kasus pelanggaran HAM berat sebaiknya ditangani oleh Komnas HAM.

“Untuk itu sebaiknya Komnas HAM diberikan kewenangan sebagai  penyelidik, penyidik, dan penuntut, seperti kedudukan KPK (Lembaga superbody),” tegas pakar hukum tata negara tersebut.

Prof Sugianto menegaskan, jika benar Presiden Jokowi serius ingin menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat maupun ringan, maka dengan masa jabatan Presiden Joko Widodo masih 3 tahun dapat membentuk lembaga adhoc Pengadilan HAM atau bentuk secara permanen.

“Saya mengusulkan pada Presiden Jokowi dan Maruf Amin agar memberikan kewenangan kepada Komnas HAM seperti KPK, karena sesuai amanat UU nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” ungkapnya.

“Sudah 21 tahun berjalan Pemerintah masih ragu membentuk lembaga pengadilan HAM, ini ada apa? Karena terjadi pada masa kepemimpinan Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga sekarang Presiden Jokowi periode kedua,” sambungnya.

Namun begitu, Sugianto berharap dalam melakukan revisi terhadap kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah dan DPR harus melibatkan para akademisi perguruan tinggi dan aktivis HAM.

“Akademisi dari perguruan tinggi setidaknya diakui kompetensi keilmuannya dengan melibatkan pakar hukum, pakar pemerintahan dan pakar politik hukum dan HAM,” tutupnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya