Berita

Para menteri dari negara-negara yang tergabung dalam G7, di London pada 5 Mei 2021/Foto: AFP

Dunia

G7 Serang China Dan Rusia, Pengamat: AS Sedang Himpun Kekuatan Karena Gagal Dominasi Hubungan Beijing-Washington

JUMAT, 07 MEI 2021 | 14:42 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Para pengamat mengomentari pernyataan terbaru negara-negara yang tergabung dalam kelompok G7, yang isinya kebanyakan menyoroti China dan Rusia dalam sejumlah masalah yang dianggap tidak berdasar. Mulai dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia hingga kekerasan.

Pernyataan yang dikeluarkan Rabu (5/5) oleh para menteri luar negeri negara-negara G7 (Group of Seven) mencoba untuk menegaskan kembali kepemimpinan mereka dengan menggarisbawahi China dan Rusia sebagai 'ancaman'.

Mereka juga mencantumkan masalah-masalah terkait Xinjiang, Hong Kong, Tibet, dan Taiwan, tetapi tidak ada langkah konkret konfrontasi yang diungkapkan dalam pernyataan tersebut.

Para ahli China mengatakan, serangan negara-negara G7 terhadap China pertanda bahwa AS menghimpun kekuatanya setelah gagal mencapai ambisinya dalam upaya mendominasi hubungan China-AS sejak pembicaraan Alaska pada bulan Maret.

Ini kontras dengan konsistensi dan kepercayaan China dalam hubungan bilateral.

Para pengamat mengatakan bahwa pernyataan bersama G7 menunjukkan AS dan sekutunya hanya menggunakan retorika fitnah kuno terhadap China, yang menunjukkan kepercayaan yang semakin berkurang terhadap kebijakan China mereka.

Lu Xiang, seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing, mengatakan kepada Global Times pada hari Jumat (7/5) bahwa alih-alih multilateralisme, AS mempraktikkan 'beberapa lateralisme', melalui penindasan sekutu untuk membuat aturan dan mengecualikan perbedaan pendapat.

"China berkomitmen untuk multilateralisme dengan Piagam PBB sebagai pusatnya dan China selalu mendapatkan lebih banyak dukungan dari negara lain dalam agenda utama," kata ahli tersebut.

Eropa tidak memiliki kebutuhan atau keinginan untuk menghadapi China. Dan bahkan di dalam kelompok G7, sulit bagi mereka untuk mengadopsi kebijakan China yang koheren, katanya.

"Ini akan memakan waktu bagi pemerintahan Biden untuk sampai pada pemahaman yang lebih jelas tentang kekuatannya sendiri dan realitas internasional. Jika bertabrakan dengan China dalam mode 1 lawan 1, itu tidak akan mengambil keuntungan," kata Lu.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya