Berita

Effendi Gazali/Net

Publika

Effendi Gazali, Dispress Dan Opini Publik

JUMAT, 30 APRIL 2021 | 11:17 WIB

DIKEMBALIKAN! Gelar Profesor itu ditinggalkan oleh Effendi Gazali. Tidak banyak akademisi yang seberani itu dalam melepas sebuah titel kehormatan di dunia akademik.

Pernyataan terbuka Effendi dilangsungkan di media sosial YouTube milik Refly Harun, hampir selama 30 menit lamanya dibeberkan alasan-alasan pengembalian SK gurubesar.

Dengan jumlah subscriber sebanyak 1.3 juta, dan jumlah views atas pernyataan Effendi sudah ditonton lebih dari 52 ribu kali, terbilang efektif untuk menyuarakan isi hati dan pikirannya.


Berbagai poin penting dari orasi Effendi terurai, sebagai ahli dibidang ilmu komunikasi khususnya media massa, terdapat kegundahan dan kegelisahan dirinya melihat perilaku media.

Hal ini melengkapi informasi yang sudah beredar sebelumnya di berbagai grup whatsapp, bahwa Effendi tidak ingin menimbulkan dampak bagi institusi kampus tempatnya mengajar.

Dispress sebuah Realitas

Sebagai mantan gurubesar Ilmu Komunikasi, Effendi resah karena terjadi situasi anomali dari kondisi pers tanah air, hal yang memprihatinkan, disebutnya sebagai fenomena dispress.

Effendi menjelaskan dis-press sebagai distorted press atau pers yang terdistorsi, dalam makna lain pers yang telah secara mental dan moral terpelintir.

Hal itu merupakan konsekuensi dari efek kompetisi media untuk menjadi pihak pertama yang meng-upload sebuah berita, sehingga meninggalkan akurasi dan kode etik.

Apa yang disampaikan Effendi perlu dicermati di era media online. Verifikasi faktual memang kerap tertinggal dibanding rilis update sebuah berita di portal digital. Fakta seakan menjadi tidak relevan.

Kita perlu meletakkan konteks pernyataan Effendi, terkait posisinya sebagai saksi kasus suap bansos Covid-19. Ini pukulan beruntun, setelah momen korupsi ekspor benur, dimana Effendi menjadi penasihat menteri KKP.

Penurunan berita yang menggunakan berbagai judul sensasional mengejar clickbait, baginya teramat mengkhawatirkan.

Perilaku media ini, mengaburkan esensi atas fakta dengan tidak mempertimbangkan (i) impact - dampak yang ditimbulkan, dan (ii) irreversible -kondisi kerusakan yang tidak dapat dikembalikan seperti semula.

Akar Masalah

Ketika lanskap media mengalami perubahan, dengan keriuhan media digital dan diperkuat media sosial, serta terbentuknya kehidupan masyarakat jejaring, situasi anomali terjadi.

Upaya untuk menjaga kredibilitas jurnalisme dengan verifikasi dan kurasi, tidak lagi menjadi pakem utama. Buzzer turut bermain kepentingan untuk membangun dan meruntuhkan citra.

Efek kegaduhan diciptakan untuk memperbesar traffic - kunjungan ke portal media, viralitas diburu demi mengejar klik. Media abal-abal tumbuh silih berganti bak cendawan di musim hujan.

Fenomena baru ini membenarkan tesis Anang, dkk, Media dan Dinamika Demokrasi, 2020, tantangan media baru adalah terciptanya ruang kosong dalam menjaga kehormatan jurnalistik, sebagai konsekuensi dari hilangnya nilai akurasi, proporsionalitas dan keadilan.

Kondisi tersebut merupakan bagian dari bobot dominan ekonomi politik sebagai panglima, dibanding memastikan kebenaran. Padahal fakta adalah mahkota informasi dan pemberitaan.

Sebagaimana Eriyanto, Media dan Opini Publik, 2018, sasaran pemberitaan adalah khalayak dengan konstruksi pada opini. Di era Internet, peran itu terbagi melalui partisipasi netizen.

Maka persoalan ini didekati dalam dua level, (i) aspek struktural, mengedepankan perumusan peraturan dalam upaya penertiban lembaga media, (ii) aspek kultural, mendorong upaya literasi publik dalam memilih-memilah informasi.

Bila Effendi Gazali sang mantan gurubesar Ilmu Komunikasi menjadi resah dengan fenomena dispress, sudah sepatutnya kita mulai berpikir ulang tentang tata kelola media di masa depan.

Yudhi Hertanto
Mahasiswa program doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya