TRAGEDI Bhopal, kebocoran sekitar 45 ton gas metil isosianat berbahaya, 3 Desember 1984, dari pabrik insektisida milik perusahaan Amerika Union Carbide Corporation di India, terjadi karena keteledoran.
Menurut penyelidikan, prosedur operasi dan keselamatan di bawah standar di pabrik yang kekurangan staf. Faktor manusia menjadi penyebab kebocoran yang menewaskan antara 15.000 hingga 20.000 orang.
Sekitar setengah juta orang yang selamat menderita masalah pernapasan, iritasi mata atau kebutaan, dan penyakit lain yang diakibatkan oleh paparan gas beracun.
Kini, hampir 37 tahun kemudian, tragedi berulang. Kali ini bukan karena gas tetapi Covid-19, juga antara lain karena faktor manusia.
Negeri di Anak Benua itu, disapu gelombang kedua Covid-19. Gelombang tsunami kedua ini, mendongkrak India ke posisi kedua sebagai negara terparah akibat Covid-19 (nomor satu AS, nomor tiga Brasil yang digeser India).
Hingga 24 April 2021, tercatat 16.610.481 kasus dengan 189.544 orang mati (AS: 32.735.704 kasus dan 585.075 mati; Brasil: 14.238.110 kasus dan 386.623 orang mati; sementara Indonesia: 1.632.655 kasus dengan 44.346 orang mati. Itu menurut data
www.worldometers.info per 24 April 2021).
Padahal, awal Maret lalu, Menteri Kesehatan Harsh Vardhan menyatakan India “di ujung akhir†pandemi. Vardhan memuji kepemimpinan PM Narendra Modi sebagai “contoh pada dunia dalam kerja sama internasional.â€
Sejak Januari, India telah mulai mengirimkan vaksin ke negara-negara lain yang membutuhkan. Diplomasi vaksin ini sangat dibanggakan. Optimisme tak terkendali Vardhan didasarkan pada penurunan tajam infeksi yang dilaporkan.
Sejak puncak rata-rata lebih dari 93.000 kasus per hari pada pertengahan September (paling tinggi 97.860 kasus), infeksi terus menurun.
Pada pertengahan Februari, India menghitung rata-rata 11.000 kasus sehari. Rata-rata kematian harian selama tujuh hari karena penyakit tersebut telah turun hingga di bawah 100.
Ada euphoria keberhasilan. Para politisi, pembuat kebijakan, dan media percaya bahwa India benar-benar keluar dari masalah. Pejabat bank sentral bahkan mengatakan, ekonomi “muncul di tengah bayang-bayang musim dingin yang memanjang menuju suatu tempat di bawah sinar matahariâ€. PM Modi disebut sebagai “guru vaksinâ€.
Maka adalah masuk akal kalau kedatangan 160 orang India (153 WNA, 7 WNI keturunan India) ke Indonesia dengan menggunakan pesawat carter, menimbulkan kehebohan, ketika larangan mudik diberlakukan pemerintah.
Apalagi, Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman menjelaskan sebanyak 12 dari 153 WNA itu positif Covid-19.
Lima PenyebabTsunami gelombang kedua Covid-19, terjadi baik karena faktor manusia maupun faktor virus. Sekurang-kurangnya ada lima penyebab terjadinya tsunami kedua Covid-19 kali ini (
India Today, 2 April 2021).
Pertama, menurut para ahli di John Hopkins Medicine, perilaku manusia adalah faktor utama pandemi Covid-19 gelombang kedua. Kebijakan
lockdown ketat tahun lalu, dibarengi penerapan ketat protokol kesehatan, benar-benar sangat efektik memutus mata rantai penularan.
Kedua, ketika kasus mulai menurun, orang mulai lengah. Mereka mengendorkan protokol kesehatan. Di mana-mana, orang tak bermasker. Aturan dilonggarkan. Para pejabat pemerintah dan partai pun, tak peduli protokol kesehatan.
Bahkan dilakukan pemilu di beberapa negara bagian—Assam, Benggala Barat, Kerala, Tamil Nadhu, dan Puducherry. Di mana-mana diadakan kampanye dengan mengerahkan massa. Sekitar 186 juta orang mengikuti pemilu dengan mengabaikan protokol kesehatan.
Ketiga, mobilitas urban. Tsunami gelombang kedua ini sebagian besar terkonsentrasi di kota-kota, terutama kota-kota besar. Kota-kota ini memiliki mobilitas yang lebih tinggi sehingga memberikan lebih banyak peluang bagi virus untuk menyebar dari satu orang ke orang lain ketika penerapan protokol kesehatan kendor.
Inilah mengapa kota-kota seperti Mumbai, Pune, Nagpur, Bengaluru, dan Delhi terkena dampak paling parah pada gelombang kedua. Namun, mereka juga terkena dampak buruk pada gelombang pertama.
Keempat, evolusi virus corona adalah salah satu alasan utama terjadinya gelombang kedua. Para ilmuwan telah mendeteksi banyak mutasi pada SARS-CoV-2, virus corona yang menyebabkan Covid-19. Beberapa dari mutasi ini telah menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai “varian yang menjadi perhatian†atau VOC.
Kelima, peningkatan tes covid adalah alasan lain mengapa India mendeteksi lebih banyak kasus pada gelombang kedua pandemi Covid-19. Sero-survei telah menunjukkan bahwa India memiliki paparan Covid-19 yang lebih besar daripada yang diungkapkan melalui kasus infeksi virus corona yang dikonfirmasi berdasarkan tes laboratorium.
Jumlah penduduk India, per 21 April 2021 adalah 1.390.864.355 orang. Banyak di antara mereka yang tidak menjalani tes Covid-19.
Pada saat gelombang kedua menghantam India, ketersediaan pengujian Covid-19 telah meningkat pesat dibandingkan dengan situasi gelombang pertama. Saat gelombang pertama, orang pada umumnya enggan menjalani tes Covid-19, karena takut bahwa ternyata terpapar virus.
India LengahKetika angka kasus baru mulai menurun, setelah gelombang pertama, mereka lengah. Kantor-kantor dibuka kembali, demikian pula pasar-pasar, mal-mal, dan restoran. Transportasi massal seperti bus dan kereta beroperasi penuh.
Di mana-mana ada pesta-pesta perkawinan, festival kesenian, dan bahkan kampanye pemilu secara terbuka dan dihadiri massa.
Pertandingan kriket—olah raga populer di negeri itu—pun digelar. Puluhan ribu orang menonton, mayoritas tanpa masker, dan tanpa jarak aman.
Ritual penghapus dosa dengan mandi di sungai Gangga. Dalam ritual ini penggunaan masker dan menjaga jarak tidak dilakukan dengan baik. Dalam waktu kurang dari sebulan, tragedi datang. India dalam cengkeraman gelombang kedua Covid-19. Terjadi ledakan kasus.
Kini, India menanggung akibatnya. Hari-hari belakangan ini, postingan di media sosial bukan lagi tentang foto-foto atau meme-meme lucu atau lelucon atau sindiran politik. Tetapi, “teriakan†minta tolong lewat Twitter dan Instragram akibat gelombang kedua serangan virus Corona baru (Covid-19).
Foto-foto rumah sakit yang kebanjiran pasien, dua pasien yang terpaksa tidur pada satu tempat tidur, dan pembakaran mayat di krematorium dan tempat-tempat terbuka, sangat mudah ditemui.
Kita pun, akan bisa seperti India kalau abai, kalau menganggap remeh protokol kesehatan, kalau menganggap bahwa pandemi Covid-19 sudah berlalu, kalau tidak ada tindakan tegas terhadap siapa saja yang melanggar larangan mudik, atau mengabaikan protokol kesehatan, termasuk pejabat pemerintah yang memberikan pelonggaran.
Maka, tindakan tegas sangat dibutuhkan agar tidak bernasib seperti India.