Berita

Dr Muhammad Najib/Net

Publika

Jihad Di Bidang Iptek

JUMAT, 23 APRIL 2021 | 22:38 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

KATA "Jihad" berasal dari Bahasa Arab yang artinya: berjuang, berusaha, atau berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Boleh saja kata jihad dimaknai sebagai perang untuk membela diri, dengan catatan makna ini merupakan pengertian yang sangat jauh, mengingat, kata "perang" dalam Bahasa Arab biasanya menggunakan kata yang lebih spesifik, yaitu: "kital" atau "harb".

Di abad pertengahan  (sekitar abad ke-8 s/d abad ke-12), ummat Islam mengalami masa keemasannya yang ditandai oleh dinasti Bani Umayyah, Abbasiyah, sampai Turki Seljuk. Rahasianya terletak pada kemampuan sekaligus keunggulannya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sampai saat ini warisan temuan tokoh-tokoh Islam dalam bidang iptek, terutama dalam bidang matematika, fisika, kimia, astronomi, dan kedokteran, masih dikenang oleh bangsa Eropa yang saat itu belajar dari dunia Islam. Begitu juga nama-nama ilmuwannya seperti Ibnu Shina, Ibnu Rusd, Al Khawarizni, dan kawan-kawannya terus dikenang.

Peperangan sejatinya merupakan puncak dari pertarungan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Siapa yang lebih unggul sain dan teknologinya, maka mereka akan keluar sebagai pemenang. Apalagi peperangan di era modern, peran teknologi semakin penting.

Kekalahan Turki Usmani pada Perang Dunia Pertama, dapat juga dilihat dari perspektif ini. Saat Inggris dan Perancis sudah menggunakan kapal besi modern yang menggunakan mesin uap, Turki masih mengandalkan kapal kayu bertenaga manusia.

Ketika Inggris mengoperasikan pesawat tempur untuk menyerang posisi-posisi strategisnya, Turki tidak memiliki senjata penangkis serangan udara untuk melindungi pasukannya, juga tidak memiliki pesawat tempur serupa untuk membalasnya.

Memang benar Turki berhasil membangun jalan jalur kereta yang menghubungkan ibukotanya Istanbul dengan Damaskus di Suriah kemudian disambungkan sampai ke Madinah, akan tetapi pekerjanya dilakukan oleh kontraktor Eropa.

Karena itu, Jerman sebagai sekutu Turki secara tergopoh-gopoh meminjamkan kapal besi modern untuk mengimbangi kapal-kapal perang Inggris yang mengepung Istanbul.
Akibatnya, seluruh kru yang mengoperasikannya  berasal   dari tentara Jerman termasuk komandannya. Karena itu, tidak jarang terjadi ketidak harmonisan dalam koordinasi dan mengatur strategi terbaik bagaimana menghadapi lawan.

Era penjajahan bisa dikatakan sebagai masa kekalahan ummat Islam melawan bangsa-bangsa lain. Bisa dibayangkan, saat bangsa lain sudah menggunakan bedil, tank, bahkan pesawat tempur dalam medan perang, ummat Islam masih menggunakan pedang, panah, dan kuda atau unta.

Negara-negara yang kini kuat secara militer, seperti : Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, dan China, semuanya memiliki kemampuan yang andal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan keunggulan dalam mengembangkan teknologi.

China yang kini berusaha mengejar ketertinggalan militernya dari Amerika, terlebih dahulu mengejarnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologinya. Hal ini bisa dilihat bagaimana kemajuan teknologi China di bidang IT. Saat negara-negara Barat termasuk Amerika masih puas dengan IT yang berbasis 4G, China sudah mengembangkan 5G.

Begitu juga dengan teknologi kereta cepat, negara pioner seperti: Jerman, Perancis, dan Jepang, kini sudah mulai ketinggalan dari China.

Amerika sendiri sampai mengimpor kereta cepat dari China, bukan dari salah satu negara sekutunya. Di bidang antariksa atau teknologi ruang angkasa,  Tiongkok sudah sejajar dengan Amerika dan Rusia.

Di dunia Islam baru Turki dan Iran yang nampak serius mengembangkan sain dan teknologi. Dunia Arab meskipun memiliki kemampuan finansial, khususnya negara-negara kaya yang berada di kawasan Teluk, ternyata lebih suka membeli daripada membuat sendiri.

Berbagai produk teknologi termasuk yang terkait dengan militer semuanya diimpor dari negara lain termasuk Israel.

Selain itu, belum muncul universitas di bidang sain dan teknologi  yang berkualitas di negara-negara Arab, tidak juga nampak pusat-pusat riset yang serius dan berkualitas yang ditopang oleh laboratorium, untuk melakukan eksperimen yang mutlak diperlukan untuk bisa menguasai sain dan mengembangkan sain dan teknologi modern.

Jika kondisi seperti ini tidak segera disadari oleh Bangsa Arab, maka dunia Arab akan semakin jauh tertinggal. Jika tertinggal dalam sain dan teknologi, maka jangan bermimpi bisa menang secara militer.
    

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya