Berita

Presiden Joe Biden/Net

Dunia

Dengan Mengakui Genosida Armenia, Siapkah Biden Ambil Risiko Merusak Hubungan AS-Turki?

JUMAT, 23 APRIL 2021 | 12:01 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Rencana Presiden Joe Biden untuk secara resmi mengakui pembunuhan era Perang Dunia I terhadap 1,5 juta orang Kristen Armenia oleh Kekaisaran Ottoman sebagai genosida, akan berisiko menjerumuskan hubungan AS dengan Turki ke dalam krisis yang mendalam.

Gedung Putih sendiri belum mengomentari berita rencana tersebut, tetapi anggota parlemen terkemuka di Partai Demokrat Biden menyuarakan dukungan kuat untuk langkah yang diharapkan akan diambil pada hari Sabtu (24/4), di hari peringatan tahunan bagi para korban pembantaian 1915.

Terlepas dari tekanan yang datang dari komunitas Armenia-AS selama puluhan tahun, semua presiden AS, berturut-turut, menghindari kontroversi genosida karena kekhawatiran mereka tentang perpecahan dengan sekutu NATO, Turki, yang dengan tegas menolak pernyataan tersebut.


Tetapi, sedikit harapan datang ketika tahun lalu Biden berjanji selama kampanye kepresidenannya untuk mengakui genosida Armenia.

"Kita tidak boleh melupakan atau berdiam diri tentang kampanye pemusnahan yang mengerikan dan sistematis ini," katanya dalam sebuah pernyataan pada 24 April 2020.

"Jika kita tidak sepenuhnya mengakui, memperingati, dan mengajari anak-anak kita tentang genosida, maka kata 'jangan pernah lagi' akan kehilangan artinya," ujarnya saat itu.

Pencitraan genosida pembantaian sejatinya memang tidak akan membawa konsekuensi hukum apapun, tetapi berpotensi menambah dukungan untuk klaim reparasi.

Di sisi lain, itu akan membuat marah Ankara, yang bersikeras bahwa jumlah orang Armenia yang terbunuh sangat dibesar-besarkan dan mengatakan bahwa sesungguhnya lebih banyak Muslim terbunuh selama periode tersebut.

Rencana Biden rupanya sudah terdengar di Ankara.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Kamis (22/4) mengatakan kepada para penasihat untuk membela kebenaran terhadap mereka yang mendukung apa yang disebut kebohongan 'genosida Armenia', menurut kantornya, tanpa merujuk langsung pada rencana yang dilaporkan Biden.

Sementara, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu secara terbuka memperingatkan dalam sebuah wawancara bahwa langkah Biden akan merusak hubungan bilateral, seperti laporan AFP.

"Jika Amerika Serikat ingin memperburuk hubungan, keputusan ada di tangan mereka," katanya.

Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer memuji langkah Biden.

"Saya sangat lega, bersyukur, dan terharu sehingga kami akhirnya dapat memperingati ulang tahun itu dengan pengetahuan bahwa pemerintah Amerika Serikat ... akhirnya mengakui kebenaran genosida Armenia," katanya.

Di Departemen Luar Negeri AS, juru bicara Ned Price tidak mengkonfirmasi pengumuman apa pun yang akan datang, tetapi menekankan bahwa kedua negara masih dapat menangani masalah kepentingan bersama meskipun ada ketidaksepakatan.

"Kami memiliki kepentingan yang sama dengan Ankara, dan itu termasuk melawan terorisme dan termasuk mengakhiri konflik di Suriah," katanya.

"Sebagai teman, sebagai sekutu, ketika kami memiliki perselisihan, kami mengangkatnya ... dan tidak ada batasan untuk mereka," katanya.

Kekaisaran Ottoman berpusat di Turki modern, dan jutaan orang Armenia hidup di bawah kekuasaannya, sebagian besar di tempat yang sekarang menjadi bagian timur negara itu.

Pembantaian itu terjadi setelah pemimpin Ottoman Mehmed Talaat memerintahkan deportasi massal orang-orang Armenia saat Perang Dunia I berkecamuk dan Kekaisaran Ottoman sedang berperang melawan Tsar Rusia.

Komunitas Armenia mengklaim 1,5 juta orang terbunuh saat itu, sementara beberapa perkiraan lain jumlahnya lebih rendah. Ratusan ribu juga mengungsi ke pengasingan, banyak ke Eropa dan Amerika Serikat.

Sekitar 30 negara, serta Uni Eropa, telah mencap peristiwa itu sebagai genosida.

Pada 2019, kedua majelis Kongres AS memilih untuk menggunakan label genosida dalam resolusi simbolis.

Tapi presiden saat itu Donald Trump, berusaha untuk menjaga hubungan dekat dengan Erdogan, menghindari penggunaan istilah itu, sambil menyebutnya "salah satu kekejaman massal terburuk di abad ke-20."

Adam Schiff, anggota kongres Demokrat yang mensponsori undang-undang genosida asli, mengatakan langkah Biden penting untuk menggarisbawahi "ancaman genosida saat ini yang nyata," mengutip perlakuan China terhadap Muslim Uighur.

"Jika kita tidak akan mengakui genosida yang terjadi seabad lalu, apa artinya kesediaan kita untuk berdiri dan menghadapi genosida yang terjadi hari ini?" katanya kepada televisi Fox 11 di Los Angeles.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya