Berita

Pemerintah "bayangan" di Myanmar mendesak agar pemimpin ASEAN memberikan mereka kursi dalam pembicaraan atau KTT yang akan dilaksanakan pekan depan di Jakarta/Net

Dunia

Pemerintah 'Bayangan' Myanmar Minta Diundang Ke KTT ASEAN Di Jakarta Pekan Depan

MINGGU, 18 APRIL 2021 | 20:12 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Pemerintah "bayangan" di Myanmar mendesak agar pemimpin ASEAN memberikan mereka kursi dalam pembicaraan atau KTT yang akan dilaksanakan pekan depan di Jakarta. Mereka juga mendesak agar ASEAN tidak mengakui rezim militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta yang terjadi Februari lalu.

Permintaan ini dinyatakan oleh Moe Zaw Oo, yang merupakan Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) alias "pemerintah bayangan" yang dibentuk pada Jumat lalu oleh anggota parlemen yang digulingkan. Sebagian dari mereka yang menjadi anggota dari pemerintah bayangan tersebut merupakan politisi dari partai pimpinan Aung San Suu Kyi yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), serta politisi etnis-minoritas.

Dia menilai bahwa sejauh ini, ASEAN belum menjangkau mereka.

"Jika ASEAN ingin membantu menyelesaikan situasi Myanmar, mereka tidak akan mencapai apa pun tanpa berkonsultasi dan bernegosiasi dengan NUG, yang didukung oleh rakyat dan memiliki legitimasi penuh," katanya kepada layanan Burma Voice of America.

"Penting agar dewan militer ini tidak diakui. Ini perlu ditangani dengan hati-hati," sambungnya.

Pernyataan ini dikeluarkan setelah pemimpin Junta militer Min Aung Hlaing diperkirakan akan bergabung dengan KTT khusus ASEAN pada Sabtu pekan depan di Myanmar. Ini merupakan perjalanan resmi pertamanya ke luar negeri sejak kudeta yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dilakukan awal Februari kemarin.

Undangan untuk Min Aung Hlaing hadir ke pertemuan ASEAN ini menuai kritik dari para aktivis yang mendesak para pemimpin asing untuk tidak secara resmi mengakui kepemimpinan junta militer di Myanmar.

Saat ini, junta militer secara de facto memimpin di Myanmar dan menerapkan status darurat selama setidaknya satu tahun ke depan.

Mengutip kabar yang dimuat Channel News Asia, sejauh ini protes dan kekerasan yang terjadi pasca kudeta militer di Myanmar telah menyebabkan setidaknya 730 orang meninggal dunia.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya