Berita

Spanduk warga Sigapiton yang mengalami konflik dengan BPODT hingga berujung penetapan tersangka terhadap 12 warganya/Net

Nusantara

Warga Sigapiton Jadi Tersangka Di Tanah Sendiri, Komnas HAM Surati Kapolda Sumut

JUMAT, 09 APRIL 2021 | 15:28 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Penetapan tersangka terhadap 12 orang dari 26 warga pemilik rumah selaku pewaris Pomparan Ompu Ondol Butarbutar yang berada di area Kaldera Toba membuat miris Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.

Dilaporkan Kantor Berita RMOLSumut, mereka dijadikan tersangka setelah diadukan oleh pihak Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dengan sangkaan tindak pidana pemakaian tanah tanpa izin yang berhak/kuasanya sesuai pasal 6 ayat (1) huruf a dan b Perpu nomor 51 Tahun 1960.

Atas aduan tersebut, Polres Toba kemudian menetapkan tersangka kepada 12 orang dari 26 warga Dusun Sileangleang, Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba tersebut.

Peristiwa ini kemudian ditindaklanjuti Komnas HAM dengan menyurati Kapolda Sumatera Utara. Dalam surat tersebut Komnas HAM menduga penyidik Polres Toba telah melakukan tindakan sewenang wenang karena hanya mengacu pada bukti-bukti formal berupa bukti sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) no 01 dan no 02/2018 atas nama BPODT serta putusan kasasi no 584K/TUN/2020 Tanggal 14 Desember Tahun 2020.

Selain itu, Komnas HAM RI juga menerangkan, penetapan status tersangka terhadap warga tidak memperhatikan adanya konflik lahan antara warga dari kelompok ahli waris Pomparan Ompu Ondol Butarbutar dengan BPODT. Mengingat saat ini perwakilan ahli waris sedang mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Balige.

Lebih lanjut, saat ini warga juga sedang melakukan permohonan kepada Bupati Toba melalui suratnya no 197 KDS/Sigapiton/XII/2020 tanggal 22 Desember 2020 guna penetapan masyarakat adat dan pengukuhan tanah ulayat.

Sehingga, Komnas HAM menduga penyidik Polres Toba tidak memperhatikan fakta-fakta mengenai penguasaan lahan oleh warga sebagai anggota ahli waris, dikarenakan warga telah menguasai dan mengusahakan tanah tersebut sejak 1990.

Penyidik juga seharusnya mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan dalam upaya penegakan hukum atas permasalahan ini, mengingat tanah yang saat ini warga yang gunakan/usahakan merupakan perladangan dan tempat tinggal warga dan diakui sebagai tanah warisan dari leluhur mereka.

Atas dasar tersebut maka Komnas HAM meminta Polres Toba mempertimbangkan kembali penetapan tersangka terhadap warga dan mengedepankan prinsip prinsip keadilan/restoratif justice dalam penanganan permasalahan tersebut.

Mengingat sampai saat ini warga masih aktif mengusahakan tanah tersebut sebagai sumber mata pencaharian untuk keberlangsungan hidup mereka.

Kemudian membantu memfasilitasi upaya penyelesaian kasus ini melalui mediasi para pihak, antara BPODT, terlapor, dan anggota keluarga Ompu Ondol Butarbutar, Mangatas Togi Butarbutar dkk, guna diperoleh peneyelesaian yang profesional dan berkeadilan.

Lalu mengedepankan penyelesaian permasalahan melalui musyawarah dan ruang dialog, serta menghindarkan penggunaan tindak kekerasan maupun intimidasi guna mencegah terjadinya konflik yang lebih luas.

Terakhir, Komnas HAM meminta informasi perkembangan penanganan permasalahan tersebut dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya surat ini dengan mencantumkan nomor surat dan/atau agenda kasus 129.221.

Dalam surat tersebut Komnas HAM juga menegaskan bahwa hak-hak warga negara untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum dilindungi Undang-undang No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Surat tersebut ditandatangani oleh M.Choirul Anam selaku komisioner pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM RI (Sub komisi Penegakan HAM).

Sementara itu, Ketua Umum Parsaudaraan Pomparan Ompu Ondol Butarbutar, Mangatas Togi Butarbutar, mengapresiasi keluarnya surat Komnas HAM tersebut

Ia berharap agar tindakan kesewenangan terhadap Pomparan Ompu Ondol Butarbutar yang dijadikan sebagai tersangka karena bertahan mempertahankan hak tanah adatnya bisa segera diakhiri.

"Semoga keadilan yang sesungguhnya masih bisa didapatkan di negara kesatuan Republik Indonesia tercinta ini, dan seluruh  warga yang menuntut keadilan terhadap negara tidak ada lagi yang dikriminalisasi," ujar Togi.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya