Berita

Sidang Syahganda Nainggolan di PN Depok/RMOL

Hukum

Tafsirkan Fakta Berita Jadi Alasan Jaksa Tuntut 6 Tahun Penjara Syahganda

KAMIS, 01 APRIL 2021 | 19:32 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Jaksa Penuntut Umum (JPU) punya alasan mengapa menjatuhkan tuntutan pidana sebanyak enam tahun penjara kepada Syahganda Nainggolan yang dinilai menyebarkan kabar bohong atau hoax dan menimbulkan keonaran dalam aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja Oktober 2020 yang lalu.

Jaksa Syahnan Tanjung mengatakan, pihaknya menilai pelanggaran Pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 yang mengatur terkait pidana hoax yang menimbulkan keonaran bisa dilihat dari postingan berita online nasional dan kicauan Syahganda Nainggolan di akun Twitter pribadinya, yang tidak sesuai fakta sebenarnya.

"Bahwa terdakwa dalam membuat postingan dengan caption tersebut, terdakwa telah mempunyai niat untuk membuat kegelisahan dan keresahan di tengah-tengah masyarakat dan mempunyai tujuan untuk terjadi chaos," ucap Syahnan membacakan tuntutan.


"Sehingga membuat keonaran dikarenakan berita yang dibuat oleh terdakwa dan diposting diakun twiternya terdakwa menambahkan kata-kata dan menarik kesimpulan sendiri (dari berita) dan tidak sama dengan berita sebenarnya atau berita aslinya atau berita bohong," sambungnya.

Dari pertimbangan itu, akhirnya JPU menetapkan tuntutan kepada Syahganda 6 tahun kurungan penjara, sebagiamana yang diatur di dalam Pasal 14 ayat 1 UU 1/19464 tentang KUHP.

"Menyatakan terdakwa Syahaganda Nainggolan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran," ujar Jaksa Syahnan Tanjung dalam sidang

"Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 14 ayat 1 undang-undang (UU) nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dalam dakwaan pertama penuntut umum," sambungnya.

Karena itu, lanjut Syahnan, JPU PN Depok menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun kepada Syahganda Nainggolan.

"Dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," tuturnya.

Dalam pertimbangannya, Jaksa menilai postingan Syahganda yang menimbulkan keonaran itu dilakukan sebanyak 5 kali secara berkala. Yaitu mulai tanggal 12 September hingga yang terkahir 10 Oktober 2020.

Postingan Syahganda yang terkahir pada tanggal 10 Oktober 2020 menjadi satu yang dipersoalkan JPU. Karena di dalamnya Syahganda menyatakan akan ikut turun aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Bahwa tulisan terdakwa yang kelima kalinya pada caption akun Twitter @syahganda, tanggal 10 Oktober 2020 mempertanyakan 'Ini Benar ya ada aksi?' Selanjutnya, terdakwa mengatakan 'Saya mau ikut aksi Selasa 13 Oktober di Bundaran HI (Hotel Indonesia)," ungkap Syahnan.

Atas cuitan tersebut, JPU menilai Syahganda telah menghasut kawan-kawan buruh PPMI98, serikat buruh, mahasiswa berjaket biru dan berjaket almamater kuning, serta terlibatnya anak-anak SMA hingga SMK dan masyarakat melakukan protes atau demonstrasi yang menyebabkan anarkis dan kerusakan yang terjadi di Jakarta,

Dasar penuntutan ini, kata Syahnan juga merupakan fakta persidangan yang bersumber dari keterangan lima orang saksi dan tujuh orang saksi ahli yang dihadirkan JPU, serta empat orang saksi ahli yang dihadirkan pihak penasihat hukum Syahganda Nainggolan.

Dalam kasus ini, mulanya Syahganda Nainggolan dianggap melanggar Pasal 28 undang-undang (UU) Informasi Transaksi Elektronik (ITE) oleh kepolisian dalam proses penyidikan.

Namun dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Syahganda dengan pasal berlapis yang terkait dengan penghasutan yang menciptakan keonaran.

Yaitu, pertama, Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau kedua, Pasal 14 ayat (2) UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; atau ketiga, Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya