Berita

Militer Myanmar/Net

Dunia

Situasi Memburuk, Amerika Perintahkan Pejabat Non Esensial Bergegas Tinggalkan Myanmar

RABU, 31 MARET 2021 | 07:38 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Situasi keamanan yang semakin tidak stabil di Myanmar memaksa pemerintah AS  memerintahkan semua diplomat non esensial untuk segera meninggalkan negara Asia Tenggara itu pada Selasa (30/3) waktu setempat.

Perintah itu datang tak lama setelah terjadi tindakan keras militer terhadap demonstran pro-demokrasi mencapai hari paling berdarah pada akhir pekan lalu.

"Militer Burma telah menahan dan menggulingkan pejabat pemerintah terpilih. Protes dan demonstrasi menentang kekuasaan militer telah terjadi dan diperkirakan akan terus berlanjut," kata Departemen Luar Negeri dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari AFP, Rabu (31/3).

Sebelumnya, pemerintahan Biden telah mengizinkan pegawai pemerintah non-darurat dan keluarga mereka untuk meninggalkan negara itu pada 14 Februari lalu, yang pada saat itu merupakan hari-hari awal upaya kekerasan militer untuk memadamkan perbedaan pendapat.

"Departemen Luar Negeri membuat keputusan untuk mengesahkan perintah keberangkatan dari Burma karena keselamatan dan keamanan personel pemerintah AS dan tanggungan mereka, serta warga negara AS adalah prioritas tertinggi departemen," kata seorang juru bicara.

Setidaknya 141 orang, termasuk anak-anak, ditembak mati oleh rezim militer yang berkuasa di Myanmar pada hari Sabtu dalam tindakan keras terhadap protes pro-demokrasi yang meletus setelah perebutan kekuasaan 1 Februari oleh junta.  

Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik mengatakan pembunuhan delapan pengunjuk rasa oleh polisi dan pasukan keamanan pada hari Selasa membuat jumlah total demonstran yang terbunuh menjadi setidaknya 521.

Situasi kacau terus meningkat di Myanmar sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi setelah partainya Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memperoleh keuntungan besar dalam pemilihan nasional pada bulan November.

Menanggapi kudeta tersebut, kelompok sipil di seluruh negeri meluncurkan kampanye pembangkangan sipil yang mencakup demonstrasi massa dan aksi duduk.

AS, Inggris, dan UE semuanya telah menjatuhkan sanksi sebagai tanggapan atas kudeta dan tindakan keras, tetapi sejauh ini tekanan diplomatik belum berhasil mengubah situasi Myanmar.

Populer

Ini Kronologi Perkelahian Anggota Brimob Vs TNI AL di Sorong

Minggu, 14 April 2024 | 21:59

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Resmi Tersangka KPK

Selasa, 16 April 2024 | 07:08

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Rusia Pakai Rudal Siluman Rahasia untuk Bombardir Infrastruktur Energi Ukraina

Jumat, 12 April 2024 | 16:58

Pemberontak Menang, Pasukan Junta Ngacir Keluar Perbatasan Myawaddy

Kamis, 11 April 2024 | 19:15

Megawati Peringatkan Bakal Terjadi Guncangan Politik Setelah Jokowi Jadi Malin Kundang

Kamis, 11 April 2024 | 18:23

Tim Kecil Dibentuk, Partai Negoro Bersiap Unjuk Gigi

Senin, 15 April 2024 | 18:59

UPDATE

Banjir Lahar Dingin Semeru Bikin 9 Kecamatan Terdampak

Sabtu, 20 April 2024 | 09:55

Huawei Rilis Smartphone Flagship Pura 70, Dibanderol Mulai Rp12 Jutaan

Sabtu, 20 April 2024 | 09:41

Liga Muslim Dunia Akui Kemenangan Prabowo di Pilpres 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:36

3 Warga Meninggal Akibat Banjir Lahar Dingin Semeru

Sabtu, 20 April 2024 | 09:21

BSJ Pecahkan Rekor MURI Pagelaran Tari dengan Penari Berkebangsaan Terbanyak di HUT ke-50

Sabtu, 20 April 2024 | 09:10

Belajar dari Brasil, Otorita IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Ibu Kota dengan Kota Brasilia

Sabtu, 20 April 2024 | 08:56

Vellfire dan Lexus Harvey Moeis Dikandangin Kejagung

Sabtu, 20 April 2024 | 08:52

Bertemu Airlangga, Tony Blair Siap Bantu Tumbuhkan Ekonomi Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 08:25

Kemendag Siapkan Langkah Strategis Tingkatkan Indeks Keberdayaan Konsumen

Sabtu, 20 April 2024 | 08:19

Australia Investasi Rp10 Triliun untuk Dukung Transisi Net Zero di Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 07:58

Selengkapnya