Berita

Ekonom muda dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara/Net

Politik

Utang Pemerintah Rp 6.361 Triliun Cukup Berisiko Dan Menghambat Pemulihan Ekonomi

RABU, 24 MARET 2021 | 11:35 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Utang pemerintah yang tembus Rp 6.361 triliun pada akhir Februari 2021 dinilai cukup berisiko dan bisa menghambat upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19.

Pasalnya, kenaikan utang tersebut akan terus meningkat seiring pertumbuhan dari sisi belanja pemerintah.

Ekonom muda dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pemerintah perlu mewaspadai dampak dari utang tersebut karena berisiko terjadinya capital reversal di surat utang pemerintah. 

Fenomena ini, dipicu oleh kenaikan imbal hasil imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (US Treasury), sehingga lebih menarik bagi investor asing.

"Kalau spread atau selisih yield SBN dan Treasury makin menyempit bisa jadi pemerintah bakal sulit cari pembiayaan baru ke depannya," kata Bhima kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu di Jakarta, Rabu (24/3).

Sementara itu, kata Bhima, dampak utang yang diterbitkan di dalam negeri akan menimbulkan crowding out effect yakni perebutan dana likuiditas di pasar antara perbankan atau perusahaan swasta misalnya dengan pemerintah.

"Efeknya nanti bank akan lebih banyak parkir di surat utang ketimbang menyalurkan pinjaman. Deposan juga akan keluarkan dana di perbankan untuk masuk beli SBN," jelasnya.

"Tentu ini situasi yang menghambat pemulihan ekonomi," imbuhnya menegaskan.

Bhima menambahkan, jika dikalkulasikan rata-rata utang pemerintah setiap bulannya terus bertambah sekitar Rp 273 triliun. Angka ini, kata dia, cukup beresiko bagi keberlangsungan negara di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.

"Rp 273 triliun penambahan per bulan. Ini cukup berisiko," tandasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Pendapatan Garuda Indonesia Melonjak 18 Persen di Kuartal I 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:41

Sidang Pendahuluan di PTUN, Tim Hukum PDIP: Pelantikan Prabowo-Gibran Bisa Ditunda

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:35

Tak Tahan Melihat Penderitaan Gaza, Kolombia Putus Hubungan Diplomatik dengan Israel

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:34

Pakar Indonesia dan Australia Bahas Dekarbonisasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:29

Soal Usulan Kewarganegaraan Ganda, DPR Dorong Revisi UU 12 Tahun 2006

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:25

Momen Hardiknas, Pertamina Siap Hadir di 15 Kampus untuk Hadapi Trilemma Energy

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:24

Prabowo-Gibran Diminta Lanjutkan Merdeka Belajar Gagasan Nadiem

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:16

Kebijakan Merdeka Belajar Harus Diterapkan dengan Baik di Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:06

Redmi 13 Disertifikasi SDPPI, Spesifikasi Mirip Poco M6 4G

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:59

Prajurit TNI dan Polisi Diserukan Taat Hukum

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:58

Selengkapnya