Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Pemerintah Regional Xinjiang Akhirnya Berbicara, Desak UE Cabut Sanksi Terhadap China Atau Akan Ada Perlawanan

JUMAT, 19 MARET 2021 | 13:59 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Pemerintah regional Xinjiang telah mendesak Uni Eropa untuk mencabut sanksi pertamanya terhadap China dalam tiga dekade terakhir. Sanksi diberikan karena adanya laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah tersebut.

Dalam pernyataannya pada Kamis (18/3), mereka juga meminta agar UE meninggalkan prasangka dan mengakui fakta sebenarnya. Pemerintah daerah memperingatkan bahwa jika UE tetap memberlakukan sanksi, "Orang-orang dari semua kelompok etnis di Xinjiang akan dengan tegas melawan dan berjuang sampai akhir."

Sementara, para ahli mengatakan bahwa sanksi tersebut menandakan garis yang lebih keras terhadap China di dalam UE, yang bertujuan untuk menunjukkan dampaknya dengan mencampuri urusan internal negara lain.

Xu Guixiang, wakil kepala Departemen Publisitas Komite Regional Xinjiang dari Partai Komunis China, mengatakan pada konferensi pers Kamis, bahwa China dengan tegas menentang kekuatan eksternal "yang menggunakan sanksi besar" untuk mencampuri urusan dalam Xinjiang dan internal China.

"Jika Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap China di bawah panji hak asasi manusia, itu akan secara serius mempengaruhi rasa saling percaya dan kerja sama antara China dan Uni Eropa, dan secara serius melanggar tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB," Kata Xu, seperti dikutip dari Global Times, Jumat (19/3).

"Uni Eropa harus meninggalkan prasangka, mengakui fakta dan berhenti melangkah lebih jauh ke jalan yang salah. Jika tidak, orang-orang dari semua kelompok etnis di Xinjiang akan dengan tegas melawan dan berjuang sampai akhir," katanya.

Pada hari Rabu (17/3), duta besar UE menyetujui larangan perjalanan dan pembekuan aset pada empat pejabat Tiongkok dan satu entitas atas masalah Xinjiang, sanksi pertama blok tersebut terhadap Tiongkok dalam tiga dekade. Mereka juga akan segera mempublikasikan daftar nama yang disanksi setelah persetujuan resmi oleh menteri luar negeri UE pada 22 Maret mendatang.

Sanksi Uni Eropa datang ketika sejumlah perusahaan dan individu di Xinjiang melancarkan tuntutan hukum terhadap Adrian Zenz, seorang pseudo-scholar yang terkenal anti-China, yang telah menghasilkan banyak "laporan" sensasional di Xinjiang, dan memalsukan penelitian akademis di mana ia menyebarkan desas-desus seperti pemantauan skala besar terhadap etnis minoritas lokal dan kerja paksa.

Xu mengatakan bahwa beberapa anggota parlemen dan media asing menganggap apa yang disebut "penelitian" Zenz sebagai fakta tanpa investigasi atau verifikasi, sehingga memicu kampanye disinformasi politik yang mencengangkan.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya