Berita

Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun/Net

Politik

Ubedilah Badrun: Kudeta Demokrasi Terjadi Berkali-kali, Rezim Ini Tak Layak Dilanjutkan

JUMAT, 12 MARET 2021 | 00:20 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kudeta terhadap demokrasi di Indonesia sudah terjadi berkali-kali di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Hal itu disampaikan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi pengambilalihan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang melibatkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko.

Ubedilahpun membeberkan beberapa contoh sikap rezim Jokowi yang mencerminkan mengkudeta demokrasi. Di antaranya pelemahan KPK melalui revisi UU KPK dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat tentang UU Omnibus Law.

"Sekelas NU dan Muhammadiyah yang menolak UU Omnibus Law tidak didengar suaranya. Termasuk KAMI atau gerakan-gerakan lainnya itu tidak didengar dan ratusan mahasiswa demo menolak juga tidak didengar. Saya kira ini satu bencana demokrasi dan fakta kudeta demokrasi," kata Ubedilah dalam acara Sarasehan Kebangsaan ke-41 yang diselenggarakan DN-PIM bertajuk 'Menyoal KLB Partai Demokrat yang Beraroma Kudeta', Kamis (11/3).

Hal tersebut ditambah dengan upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat yang melibatkan KSP Moeldoko.

"Ini memperkuat satu analisis, sesungguhnya rezim ini melakukan kudeta demokrasi. Merusak tatanan demokrasi, dan kemudian membuat demokrasi menjadi tidak sehat," jelas Ubedilah.

Masih kata Ubedilah, berdasarkan studi tentang demokrasi, dinamika politik, partai, banyaknya kasus yang terjadi dianggap bahwa rezim sudah tidak layak dilanjutkan dalam tata kelola negara.

"Dengan sekian banyak kasus yang tadi saya sebutkan, dari kasus korupsi, kasus kudeta demokrasi yang berkali-kali itu, maka sesungguhnya rezim ini sudah tidak layak sebagian dilanjutkan dalam konteks tata kelola negara," tegas Ubedilah.

Untuk kasus Demokrat, bila berlanjut hingga ke meja hijau, maka sama saja mempertontonkan satu kejahatan demokrasi.

"Ini yang membuat pikiran publik sedih ketika generasi milenial mengatakan, 'ya penguasa buruk, partai-partai ini enggak ada gunanya'. Karena tidak memberi contoh terbaik dalam mengelola negara dalam mengelola politik misalnya," tandas Ubedilah.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya