Berita

Kepala Staf Kepresidenan (KSP)/Net

Politik

Jokowi Harus Ultimatum Moeldoko, Pilih Jadi KSP Atau Tetap Berjuang Jadi Ketum Partai Demokrat Versi KLB

KAMIS, 11 MARET 2021 | 20:06 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Presiden Joko Widodo harus mengultimatum Moeldoko untuk meninggalkan jabatan ketua umum (Ketum) Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) jika ingin tetap menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).

Hal itu harus dilakukan Jokowi untuk membuktikan jika Istana tidak terlibat dalam pendongkelan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Caranya adalah memerintahkan kepada Moeldoko untuk melepaskan penunjukan dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat dan tetap di KSP sebagai pembantu presiden, kalau memang mau," ujar pakar hukum tata negara, Refly Harun di acara Sarasehan Kebangsaan ke-41 yang diselenggarakan oleh DN-PIM bertajuk "Menyoal KLB Partai Demokrat yang Beraroma Kudeta" Kamis (11/3).


Namun kata Refly, jika Moeldoko tetap berjuang untuk terus merebut Demokrat, maka Jokowi harus tegas untuk mengganti atau memberhentikan Moeldoko dari jabatan KSP.

"Pilih salah satu, jadi bukan dua-duanya. Dan ini membuat Istana menjadi clear bahwa Istana tidak terlibat," kata Refly.

Masih kata Refly, jika berkaca di masa lalu, Istana selalu terlibat dalam konflik yang terjadi di partai politik.

Misalnya, pengurusan PDI pada 1996 antara Megawati Soekarnoputri dengan Soerjadi, PPP antara Romahurmuzy dengan Djan Faridj, dan Golkar antara Abu Rizal Bakrie dengan Agung Laksono.

"Dan kita tahu betul bagaimana Menkumham mejadi 'operator' untuk memenangkan pihak yang punya link dengan Istana. Dan akhirnya kita tahu terjadi pergeseran konfigurasi politik, PPP dan Golkar pasca konflik itu bergabung dengan koalisi pemerintahan," jelasnya.

Dengan demikian, jika dilihat sejarah masa lalu, konflik yang terjadi di partai politik tidak mungkin tidak melibatkan kekuasaan.

"Jadi kalau kita lihat sejarah, rasanya konflik-konflik seperti ini tidak mungkin tidak melibatkan ring dekat kekuasaan. Itu dari aspek politiknya. Jadi pilihannya adalah apakah terus menjadi KSP atau berhenti kalau memang ingin terus berjuang di Partai Demokrat," pungkas Refly.

Populer

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bahlil: Jangan Uji NYali, Kita Nothing To Lose

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:44

Bukan AI Tapi Non-Human

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:43

Usai Dicopot Ketua Golkar Sumut, Ijeck Belum Komunikasi dengan Doli

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:12

Exynos 2600 Dirilis, Chip Smartphone 2nm Pertama di Dunia

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:52

Akui Kecewa Dicopot dari Ketua DPD Golkar Sumut, Ijeck: Mau Apalagi? Kita Terima

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:42

Bahlil Sentil Senior Golkar: Jangan Terlalu Lama Merasa Jadi Ketua Umum

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:22

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Sekretaris Golkar Sumut Mundur, Ijeck Apresiasi Kesetiaan Kader

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:06

Dana Asing Banjiri RI Rp240 Miliar Selama Sepekan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:01

Garda Satu dan Pemkab Tangerang Luncurkan SPPG Tipar Raya Jambe

Sabtu, 20 Desember 2025 | 13:38

Selengkapnya