Berita

Ekonom senior DR. Rizal Ramli/Net

Politik

Dana Parpol 30 T Jadi Jurus Rizal Ramli Agar Pejabat Tidak Ngabdi Ke Cukong

RABU, 10 MARET 2021 | 16:23 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Demokrasi kriminal merupakan akar dari masalah yang menyebabkan para pejabat melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Begitu tegas tokoh nasional DR. Rizal Ramli menanggapi fenomena KKN yang terjadi di negeri ini.

Rizal Ramli mengurai bahwa seseorang yang ingin menjadi pimpinan, baik itu di tingkat nasional maupun daerah hingga menjadi anggota legislatif, harus menyiapkan biaya yang tidak sedikit untuk membeli "tiket" dari partai politik untuk dapat berkompetisi.

Hal ini lantaran ada aturan soal ambang batas pencalonan (threshold), baik kepala daerah maupun nasional, yang harus dipenuhi.


Threshold layaknya sebuah tiket yang harus didapat para calon. Sementara pemegang tiket ini adalah partai politik yang berada di parlemen.

Untuk mendapatkan tiket, segala cara akan dilakukan. Termasuk, mencari sponsor dari pengusaha-pengusaha hitam agar bisnisnya bisa langgeng karena usahanya bisa dibackup oleh pejabat yang dibiayainya.

"Calon yang terpilih itu pastinya berutang budi terhadap para sponsor yang membiayainya saat berkompetisi. Para pejabat yang terpilih itu juga memprioritaskan untuk mengembalikan modal politik yang sudah dikeluarkan ketimbang mengimplementasikan janji politiknya terhadap rakyat," kata Rizal Ramli kepada wartawan, Rabu (10/3).             

Sebagai solusi, mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB ini menginginkan agar partai politik di Indonesia fokus bekerja mengusahakan kesejahteraan rakyat. Tata kelola parpol di Eropa, Australia, dan Selandia Baru bisa menjadi contoh, di mana kehadiran mereka dibiayai oleh negara.

Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu yakin Indonesia bisa mencontoh dari negara-negara tersebut, dengan menyediakan keuangan atau budget untuk membiayai partai politik.

“Sehabis perubahan, kita siapkan budget Rp 30 triliun per tahun. Jadi tidak perlu bandar atau cukong, sehingga legislatif dan eksekutif ngabdi untuk rakyat, bukan cukong,” tegas Rizal Ramli.

Menurutnya, langkah ini penting agar tingkat kesejahteraan sosial, pendidikan, ekonomi, kebahagiaan rakyat bisa tinggi. Sebab dengan dibiayai negara, para pejabat tidak akan lagi mencari dana kepara para cukong. Sehingga mereka bisa fokus mengurusi nasib rakyat.

Saat ini negara memang sudah membiayai partai politik, namun dengan budget yang masih sangat kurang. Karena itu, partai politik masih harus mencari penghasilan tambahan dengan membancak keuangan negara. Maka, tak heran jika para politisi di Indonesia seperti berlomba-lomba melakukan korupsi.

“Hari ini, walaupun dibiayai sedikit oleh negara, anggaran yang ‘hilang’ di tingkat DPR, DPRD tingkat I dan II sangat besar. Tapi yang masuk kas partai hanya sebagian kecil, sisanya masuk kantong-kantong pribadi (ngakunya sih buat kas partai),” ungkap Rizal Ramli.

Ide mantan Menko Kemaritiman ini sebenarnya sejalan dengan apa yang pernah direkomendasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu pemerintah menambah budget untuk membiayai partai politik.

Rekomendasi itu disampaikan agar partai politik tidak perlu lagi mencari dana tambahan lain untuk membiayai kegiatan mereka. Mereka hanya fokus pada tugas dan fungsi partai antara lain, melakukan kaderisasi dan rekrutmen politik sehingga bisa menghasilkan pemimpin, baik pada tingkat lokal maupun tingkat nasional yang benar-benar berkualitas.  

Hanya saja, rekomendasi KPK itu tidak pernah diikuti secara serius. Karena itu, aksi tangkap tangan KPK terhadap para politisi maupun para pejabat terus terjadi.

Sekali lagi, Rizal Ramli menekankan bahwa KKN yang terjadi adalah buah dari demokrasi kriminal yang diterapkan di negara ini. Karena itu, dia juga meminta untuk menghapus threshold, yang sebenarnya tidak ada dalam UUD kita.

“Hasil dari demokrasi kriminal adalah di setiap level terpilih pemimpin KW2-KW3 dan banyak yang maling pula lagi (terbukti ratusan ketangkap KPK). Mari kita ubah demokrasi kriminal menjadi demokrasi bersih dan amanah dengan cara hapuskan threshold. MK jangan ngeyel,” tandasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya