Berita

Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto/Repro

Politik

Parpol Mudah Remuk Karena Miskin Ideologi Dan Tenggelam Dalam Pragmatisme Politik

SENIN, 08 MARET 2021 | 18:29 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Kongres Luar Biasa (KLB) sepihak Partai Demokrat tak hanya melibatkan orang-orang secara langsung. Ternyata rencana KLB ilegal ini juga turut melibatkan upaya menggiring opini publik melalui berbagai narasi di media sosial.

Menurut Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi LP3ES, Wijayanto,
dalam politik, memenangkan opini publik merupakan kunci penting bagi pemenangan kontestasi kekuasaan.


Dalam konteks ini, menarik menyimak bahwa telah terjadi upaya manipulasi opini publik untuk memberi legitimasi pada KLB, bahkan jauh sebelum KLB berlangsung. Manipulasi opini publik ini tampak dari kemunculan narasi KLB sebanyak ratusan ribu dalam waktu singkat.

Hal ini diungkap Wijayanto saat mempresentasikan etnografi media, dengan judul ‘Perang Siber, hostile take over Partai Demokrat’ dalam diskusi daring yang digelar LP3S, Minggu (7/3).

Dipaparkan Wijayanto, manipulasi opini publik itu dimainkan oleh pasukan siber yang terdiri dari influencer (akun asli yang bisa diverifikasi identitasnya) dan buzzers (akun anonim yang tidak bisa diverifikasi siapa identitasnya).

Pasukan siber pendukung KLB ini memainkan narasi yang mencoba mengeksploitasi emosi publik dengan melihat bahwa apa yang terjadi pada Partai Demokrat adalah wajar, dengan alasan, pertama Partai Demokrat memainkan politik dinasti.

Kedua, kader Partai Demokrat dinarasikan sebagai korup. Ketiga, Karma (sebagai akibat dari apa yang telah dilakukan SBY di masa lalu terhadap PKB Gus Dur). Keempat, Muldoko menyelamatkan Partai Demokrat yang memang bobrok.

Dalam analisis Wijayanto, kubu pendukung AHY juga tampak tidak tinggal diam. Mereka mencoba melawan dengan narasi: KLB Bodong, KLB abal-abal, KLB Dagelan, Selamatkan Partai Demokrat, selamatkan demokrasi, dsb.

Meski demikian, tampak pemenangnya adalah kubu pendukung Moeldoko dan KLB. Hal ini tampak dari tagar paling dominan adalah #MoeldokoSaveDemokrat sebanyak 15.576 tweets dan #MoeldokoKetumPDSah sebanyak 14.621, jauh melampaui tagar lainnya.

Menurut Wijayanto, tragedi KLB Partai Demokrat merupakan refleksi semakin seriusnya kemunduran demokrasi di Indonesia. Antara lain dicirikan oleh diberangusnya lawan politik dengan berbagai cara, mulai dari persuasi hingga koersif melalui intervensi kekuasaan.

Selain itu, Wijayanto menambahkan, tragedi KLB ini juga merefleksikan sudah musnahnya etika politik di antara elite politik yang menggunakan praktik-praktik Machiavellian untuk meraih kekuasaan. Mereka percaya bahwa dukungan dan kepercayaan publik bisa didapat dengan manipulasi opini publik pada akhirnya.

Lebih lanjut, dipaparkan Wijayanto, mudahnya partai diremukkan oleh intervensi kekuasaan juga merefleksikan lemahnya partai politik di Indonesia. Antara lain karena miskin ideologi dan berjarak dari warga karena masih tenggelam dalam pragmatisme politik.

Partai masih tergantung pada satu figur sentral, pun sarat dengan oligarki dan politik dinasti. Sehingga publik tidak melihat partai sebagai institusi yang memperjuangkan aspirasi mereka.

Ditambahkan Wijayanto, selama era reformasi, partai merupakan satu institusi dengan kepercayaan publik yang paling rendah dan paling enggan mereformasi diri. Butuh dorongan dan dukungan dari masyarakat sipil untuk terjadinya reformasi internal partai politik.

Sebagai alternatifnya, perlu juga didorong kemunculan partai baru yang lebih ideologis dan mengusung gagasan baru, seperti partai hijau dan partai buruh.

Wijayanto mengakhiri presentasi dengan mengingatkan bahwa peristiwa KLB Partai Demokrat ini memberi sinyal buruk bagi masa demokrasi Indonesia.

Di mana konsolidasi oligarki yang hampir tanpa penantang karena remuknya partai oposisi dan terfragmentasinya masyarakat sipil, membuat pihak pertama semakin bisa memaksakan kehendaknya untuk melahirkan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya