Berita

Ilustrasi minuman keras/Net

Suluh

Lampiran Perpres Miras Dicabut, Siapa Tanggung Jawab?

KAMIS, 04 MARET 2021 | 00:57 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut aturan mengenai investasi industri minuman keras yang tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal pada Selasa (2/3), atau sebulan setelah diteken pada 2 Februari lalu.

Presiden Joko Widodo mengumumkan sendiri pencabutan lampiran tersebut, tidak diwakilkan. Dia beralasan bahwa pencabutan itu dilakukan setelah dirinya menerima masukandari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti MUI, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU). Termasuk masukan dari sejumlah kepala daerah dan tokoh agama lain.

Peristiwa pencabutan lampiran ini tentu tidak selesai begitu saja. Pasti ada pihak yang harus bertanggung jawab atas “keteledoran” yang akhirnya membuat presiden menarik apa yang dia tanda tangani.

Saat polemik investasi miras ini muncul, publik sempat kaget dan tidak menyangka Jokowi yang di periode kedua ini didampingi oleh seorang ulama justru membuka kran investasi untuk miras, yang notabene bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.

Kiai Haji Maruf Amin ternyata juga telah merasa bahwa dirinya menjadi orang yang paling tersudut atas lahirnya Perpres ini. Setidaknya pengakuan itu sebagaimana disampaikan Jurubicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi.

Baca: Jubir Wapres: Kiai Maruf Paling Tersudut Atas Lahirnya Perpres 10/2021

Pengakuan ini cukup beralasan. Sebab Maruf Amin merupakan mantan Rais Aam PBNU dan mantan Ketua Umum MUI. Bahkan kini Maruf Amin masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI dan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah.

Singkatnya, cukup aneh dan janggal jika Maruf Amin ikut “meloloskan” Perpres ini.

Keanehan ini terjawab dengan pernyataan Masduki yang memastikan Maruf Amin tidak tahu perihal penerbitan Perpres. Kata Masduki, Maruf Amin juga kaget saat perpres ini berisi lampiran tentang investasi miras.

"Kiai Maruf tidak tahu. Tiba-tiba aja ke luar ketentuan seperti ini. Karena itu ada dalam lampiran," kata Masduki di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (2/3).

Ormas Islam yang terafiliasi dengan Maruf Amin, juga seirama dengan apa yang disampaikan Masduki. Mereka menolak tegas investasi minol dibuka.

Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab?

Perpres 10/2021 merupakan aturan teknis dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Kehadiran Perpres (sebelum lampiran miras dicabut Jokowi) membuat bidang usaha miras bisa ditekuni kelompok penanam modal baru.

Investasi disebut bisa dilakukan di empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua.

Menariknya, ada peluang juga bagi provinsi lain untuk dilakukan investasi yang sama. Syaratnya, mendapat izin dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia usai mendapat usulan gubernur.

Syarat ini mengindikasikan bahwa Kepala BKPM Bahlil Lahadalia bisa diduga terlibat aktif dalam perencanaan lampiran ini.

Namun demikan, Bahlil telah meluruskan bahwa usul ini berasal dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Alasannya, karena di daerah yang mengusulkan memiliki kearifan lokal.

“Jadi dasar pertimbangannya, masukan dari Pemda dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," kata Bahlil dalam sebuah video conference, Selasa (2/3).

Hanya saja, Bahlil tidak tegas menyebut siapa orang yang dimaksud mengusulkan tersebut. Dia justru memberi contoh bahwa minuman arak tradisional asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Sophia atau Sopi.

Disebutkan bahwa larangan penanaman modal asing dan dalam negeri membuat minuman tradisional itu tidak bisa dikembangkan menjadi industri legal yang bisa memberi nilai tambah perekonomian masyarakat.

Terlepas dari siapa yang harus bertanggung jawab atas terbitnya aturan ini, publik juga sudah mahfum bahwa di setiap periode kedua seorang presiden, gejolak selalu muncul. Masing-masing kelompok bersiap untuk mengais kekuatan dan dukungan untuk menuju pilpres.

Jadi bukan hal tidak mungkin bahwa Perpres ini juga bagian dari upaya menggalang kekuatan tersebut. Apalagi, terkadang memang seorang presiden dengan kesibukan yang luar biasa tidak secara detail membaca lembaran demi lembaran draf yang ditandatanganinya.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya