Berita

Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN Sunraizal/Net

Politik

Irjen Kementerian ATR: Masyarakat Tak Perlu Bingung Batas Tanahnya Hilang

JUMAT, 05 FEBRUARI 2021 | 01:26 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Cerita tentang masyarakat yang menjadi korban sengketa tanah selama ini nyaris menjadi fenomena publik. Artinya kasus seperti itu terjadi di mana-mana dan selalu yang menjadi korban adalah rakyat kecil.

Kecenderungan atau praktik semacam itu disadari benar oleh Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Reformasi agraria dimuarakan untuk menghapus adanya praktik-praktik serupa.

Manifestasi konkret program ini, sekitar empat tahun yang lalu, Kementerian ATR/BPN meluncurkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL. Program ini tujuan utama yakni mendaftarkan seluruh bidang tanah di Indonesia yang jumlahnya kurang lebih 126 juta bidang tanah.

Hingga saat ini PTSL terus dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia.

"Melalui terobosan ini masyarakat memiliki akses untuk assetnya terlindungi oleh aturan yang memberi kepastian hukum," ujar Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN Sunraizal beberapa waktu lalu.
 
PTSL sendiri, kata Sunraizal, merupakan bagian dari pelaksanaan reforma agraria dengan berfokus pada dua program yaitu asset reform dan access reform.

"Untuk asset reform, Kementerian ATR/BPN selain PTSL juga sedang melaksanakan program penyertipikatan tanah transmigrasi. Sementara untuk access reform, dilaksanakan melalui program redistribusi tanah," katanya.

Guna mempercepat program reforma agraria, Kementerian ATR/BPN mengenalkan Program Percepatan Reforma Agraria (PPRA). Kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 2019. Dalam pelaksanaan PPRA, Kementerian ATR/BPN mendapat dukungan dari Bank Dunia.

Dukungan ini, lanjutnya, dilatarbelakangi karena Bank Dunia memandang tanah merupakan alat untuk mendukung peningkatan kehidupan masyarakat, terutama aspek ekonomi.

"Mereka sangat concern terhadap sektor pertanahan. Mereka mengetahui bahwa pembangunan di negara kita sangat pesat, tetapi jika manfaat tanah tidak dirasakan oleh masyarakat akan sia-sia," terang Sunraizal.

Aspek strategis lain, mengapa PPRA harus ada tidak lain untuk mendorong percepatan peningkatan implementasi administrasi pertanahan.

Sunraizal menyebutkan, sejalan dengan era 4.0, maka modernisasi berbasis elektronik, serta mengembangkan kapasitas dan pengelolaan administrasi pertanahan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

"Ada tiga rancangan program dalam PPRA ini. Pertama, pemetaan partisipatif dan sistem administrasi pertanahan modern. Serta kedua, infrastruktur data geospasial untuk pengelolaan sumber daya lingkungan dan alam juga ketiga manajemen proyek, pengembangan kelembagaan serta monitoring," jelasnya.

Melalui sistem ini, katanya, maka masrakat tidak perlu bingung ketika batas tanahnya hilang karena faktor manusia atau bencana alam dan sebab lain.

"Tidak perlu khawatir yang seperti itu, karena data base sudah diback up menggunakan satelit dengan mendasarkan pada koordinat lokasi tanah itu sendiri," ujarnya.

Fokus kegiatan PPRA adalah melakukan percepatan program PTSL dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan istilah PTSL PM.
Pada tahun 2020 lalu, PTSL PM ini dilaksanakan di tujuh provinsi, yakni Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur serta Provinsi Kalimantan Selatan.

"Selain melaksanakan PTSL PM, PPRA juga melaksanakan pilot project redistribusi tanah, yang berasal dari pelepasan dari kawasan hutan," katanya.

Dalam kegiatan ini masyarakat dilibatkan sebagai pengumpul data pertanahan atau Puldatan.

"Puldatan ini merupakan kelompok masyarakat yang bertugas menjadi fasilitator sekaligus membantu pelaksanaan pengumpulan Data Fisik dan Data Yuridis. Sebelum menjadi Puldatan, masyarakat harus mengikuti pelatihan dan lulus dalam pelatihan tersebut," paparnya.

Dalam pelaksanaan PTSL PM, dikatakan Sunraizal, juga dilakukan analisis risiko sosial dan lingkungan.

"Tujuan adanya safeguards ini adalah melakukan mitigasi risiko sosial seperti sengketa tanah dan upaya keberlanjutan lingkungan. Di samping itu program safeguards ini mengedepankan komunikasi terbuka dengan pemangku kepentingan untuk menyelesaikan hambatan yang ada," pungkasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya