Berita

Ilustrasi Kapal China/Net

Politik

Isess Duga Urusan Diplomatik Buat Pemerintah Abaikan Kapal China Masuk Perairan Indonesia

SABTU, 23 JANUARI 2021 | 17:20 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Ketidaktepatan aparat pemerintah menindak kapal China yang masuk perairan Indonesia disoroti Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (Isess), Khairul Fahmi.

Pasalnya, Khairul Fahmi mengaku heran, mengapa Kapal Survei China bernama Xiang Yang Hong 03 yang masuk perairan Selat Sunda 13 Januari lalu bisa lolos begitu saja, tanpa dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap perangkat sistem identifikasi otomatisnya (Automatic Identification System/AIS).

"Saya meragukan kalau AIS mereka ini rusak, sebagaimana yang diterangkan Bakamla pihak kapal mengaku rusak. Tapi banyak kasus ini dijadikan modus," ujar Khairul Fahmi saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL," Sabtu (23/1).


Menurutnya, pihak pemerintah dalam konteks penindakan seharusnya bisa melakukan upaya untuk memaksa kapal China tersebut tidak berlayar lebih dulu sampai AIS-nya normal.

"Artinya paling tidak diarahkan untuk sandar atau lego jangkar kemudian berupaya memperbaiki AIS-nya untuk kemudian diizinkan berlayar. Hal itu kan juga bisa dilakukan untuk pendalaman hal-hal lain," tuturnya.

Namun nyatanya, lanjut Khairul Fahmi, pihak Bakamla tidak melakukan hal tersebut karena alasan keterbatasan wewenang. Sehingga dalam konteks ini, dia menerka hal lain yang menyebabkan tindakan tegas tidak bisa dijalankan aparat.

"Karena ini kan harus peka juga kita, bahwa mungkin saja terjadi insiden diplomatik jika kita menangkap kapal itu," ungkapnya.

"Artinya ada sensitivitas diplomatik internasional yang mungkin harus dijaga juga," demikian Khairul Fahmi.

Berdasarkan pengematan Badan Keamanan Laut (Bakamla), kapal China yang masuk ke wilayah Perairan Selat Sunda mematikan AIS sebanyak tiga kali dalam kurun waktu yag berebeda-beda.

Di antaranya, untuk periode pertama Ais dimatikan selama delapan jam. Kemudian periode yang kedua selama 34 jam dan periode ketiga selama 12 jam.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya