Berita

M. Rizal Fadillah/Net

Publika

Mendorong Koalisi Masyarakat Sipil Lapor Ke Pengadilan Kejahatan Internasional

SABTU, 16 JANUARI 2021 | 12:36 WIB

KOMNAS HAM sudah final menyatakan kasus penembakan 6 anggota Laskar FPI adalah "pelanggaran HAM" dan proses pengadilan adalah tindak lanjut.

Presiden RI Joko Widodo tinggal memerintahkan kepada Jaksa Agung untuk mulai penyidikan. Mudah untuk menetapkan tersangka baik pelaku maupun penyerta termasuk kemungkinan atasan dari pelaku kejahatan.

Entah bentuk perlawanan atau pengaburan kasus, serangan kepada HRS terasa semakin membabi buta. Setelah kasus baru ditimpakan seperti soal test swab RS UMMI yang menyeret juga menantu HRS dan Direksi RS, kini soal pemblokiran rekening merajalela.


Di samping 59 rekening terkait FPI diblokir oleh PPATK juga tujuh rekening milik putera HRS pun diblokir. Ditambah informasi bahwa rekening pribadi Munarman yang konon sebagai biaya ibunya yang sakit juga turut diblokir.

Pemblokiran yang sebenarnya secara hukum tidak beralasan ini dapat digugat. Akan tetapi persoalannya adalah kuatnya kemauan politik yang tidak peduli akan hukum dan bermisi brutal untuk "menghabisi HRS, keluarga, FPI, dan segala keterkaitannya". Hal ini sesungguhnya masuk dalam ruang kesewenang-wenangan kekuasaan yang sekaligus menjadi lanjutan pelanggaran HAM secara terang-terangan.

Dalam kasus pembunuhan 6 anggota Laskar FPI terus digemakan suara pentingnya pembentukan TPF Independen di samping semangat menarik keterlibatan Mahkamah Internasional untuk obyektivitas dan keterbukaan proses peradilan.

Banyak pihak mencari solusi untuk mekanisme atau prosedurnya. Komnas HAM sendiri yang melapor kepada Presiden, semakin terlihat tidak dapat dipercaya.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari banyak organisasi kepedulian HAM telah membuat buku saku tentang "International Criminal Court" sebagai lembaga peradilan kejahatan internasional yang siap mengadili kejahatan kemanusiaan dalam hal negara pelanggar HAM itu tidak ada kemauan (unwilling) dan tidak ada kemampuan (unability) memproses pelanggaran HAM.

Tampaknya perlu kebersamaan semua pihak untuk menguak pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini. Baik kasus 6 laskar FPI, kasus 21-22 Mei 2019, atau pun kasus tewasnya kurang lebih 700 petugas Pemilu pada Pilpres yang lalu. Menjadi terasa mutlak keterlibatan Pengadilan Kriminal Internasional mengingat ketidakmauan dan ketidakmampuan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.

Keluarga korban, tokoh dan aktivis, para pengacara, bersama-sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil kiranya perlu mencari solusi. Pelaporan atau pengaduan kepada lembaga seperti International Criminal Court (ICC) menjadi salah satu upaya yang dinilai strategis dalam memperjuangkan dan menegakkan kebenaran dan keadilan.

Andaikata pemerintah mau "mundur sedikit" melangkah bersama rakyat, maka mungkin solusi bersama mengatasi problema dapat digalang. Akan tetapi bila "maju terus pantang mundur" maka posisi berhadap-hadapan pasti akan terjadi. Iklim politik yang tidak sehat seperti ini selalu berprinsip "menang dan kalah". Lalu negara (baca: pemerintah) tidak boleh kalah?

Jika demikian berlaku hukum:

"Fa idza jaa-a ajaluhum la yasta'khiruun saa'atan walaa yastaqdimuun" (QS Al A'raf 34).

Jika saat ajal telah tiba, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa mempercepat atau memundurkan. Itulah momen dari perubahan. Bisa 2024 bisa pula 2021. Wallahu a'lam.

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya