Berita

Peta Karang Singa yang terletak di utara Pulau Bintan dan dekat South Ledge/Ist

Pertahanan

Peneliti Lesperssi: Indonesia Harus Segera Ukur Batas Laut Teritorial Dari Karang Singa Sebelum Diklaim Negara Tetangga

SELASA, 12 JANUARI 2021 | 16:46 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Indonesia harus segera menegaskan garis perbatasan dengan negara-negara tetangga sebelum muncul sengketa. Salah satu perbatasan yang dipandang mendesak adalah Karang Singa di wilayah utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau.

Pandangan itu disampaikan oleh dua peneliti dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Jundi Jaadulhaq dan Beni Sukadis dalam sebuah penelitian mereka bertajuk "Dampak Kepemilikan Karang South Ledge Dalam Sengketa Singapura Vs. Malaysia Terhadap Batas Laut Teritorial Indonesia" yang diterima redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (12/1).

Jundi dan Beni mengatakan, Indonesia sudah tidak memiliki waktu untuk menunda penegasan garis perbatasan di Karang Singa dan perairannya.

Karang Singa merupakan sebuah daratan karang yang sangat kecil dan terletak di utara Pulau Bintan dan dekat Karang Selatan (South Ledge). Karang Singa masuk ke dalam laut teritorial Indonesia, tetapi South Ledge menjadi sengketa antara Malaysia dan Singapura.

South Ledge sendiri adalah sebuah karang yang hanya terlihat ketika air surut dan akan tenggelam jika terjadi pasang.

Bukan hanya dekat dengan South Ledge, Karang Singa juga berdekatan dengan Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) dan Middle Rocks yang pernah diperebutkan oleh Malaysia dan Singapura. Saat ini, Pedra Branca dinyatakan milik Singapura, sementara Middle Rocks milik Malaysia.

Kedua peneliti itu mengatakan, kepemilikan dari South Ledge akan berpengaruh bagi aspek pertahanan dan keamanan Indonesia. Itu lantaran, secara geografis, posisi South Ledge paling dekat dengan wilayah Indonesia, yaitu hanya 5,46 mil laut dari Pulau Bintan.

"Menurut Pasal 12 ayat (1) UNCLOS, (South Ledge) bisa dijadikan baseline pengukuran laut teritorial jika kelak dimiliki oleh Singapura atau Malaysia, dan sebagai konsekuensinya batas laut teritotial Indonesia juga makin menyempit," ujar mereka.

Mereka menjelaskan, lebar laut teritorial maksimal diukur dari South Ledge adalah jarak dari South Ledge ke Pulau Bintan dibagi 2 atau 2,96 mil.

"Itu artinya terjadi pengurangan lebar Laut teritorial Indonesia di Pulau Bintan bagian utara sebesar 2,96 mil, sehingga kapal asing/negara pemilik South Ledge bisa berlalu lalang dekat ke Pulau Bintan tanpa seizin Indonesia," tambah mereka.

Dengan kemungkinan tersebut, Jundi dan Beni mendorong pemerintah Indonesia untuk mengambil sejumlah langkah yang harus segera dilakukan.

Hal yang paling mendesak adalah melakukan pengukuran batas laut teritorial dari Karang Singa sebagai baseline, sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UNCLOS, dan memasukan pemetaannya ke PBB untuk mengukuhkan klaim tersebut.

"Indonesia juga harus segera melakukan sejumlah langkah effective occupation atau okupasi efektif dan praktis seperti membangun mercusuar di Karang Singa, melakukan patroli laut dan udara, melakukan latihan militer, mengadakan penelitian hidros atau lainnya, mendorong aktivitas seperti reklamasi maupun aktivitas ekonomi lain seperti penangkapan ikan dan pariwisata agar prinsip okupasi efektif sesuai hukum internasional dapat terpenuhi," tambah mereka.

Di samping itu, peran pemerintah daerah dan institusi pendidikan, bahkan juga penting. Di mana kegiatan komersil maupun penelitian perlu diperbanyak di kawasan Karang Singa dan sekitarnya.

Dengan kata lain, pemerintah harus menjadikan wilayah pulau terluar sebagai prioritas kebijakan dengan sebuah pendekatan menyeluruh.

"Jika pemerintah serius melindungi klaim atas Karang Singa, maka upaya ini dilakukan secara koheren, konsisten dan tentunya dengan mengalokasikan sumber daya yang lebih besar bagi usaha okupasi efektif disana," terang dua peneliti itu.

"Jika tidak maka sangat mungkin negara tetangga akan makin melebarkan wilayah teritorialnya dengan melakukan klaim atas wilayah Indonesia," pungkas mereka.

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

Helikopter Rombongan Presiden Iran Jatuh

Senin, 20 Mei 2024 | 00:06

Tak Dapat Dukungan Kiai, Ketua MUI Salatiga Mundur dari Penjaringan Pilwalkot PDIP

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:47

Hanya Raih 27 Persen Suara, Prabowo-Gibran Tak Kalah KO di Aceh

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:25

Bangun Digital Entrepreneurship Butuh Pengetahuan, Strategi, dan Konsistensi

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:07

Khairunnisa: Akbar Tandjung Guru Aktivis Semua Angkatan

Minggu, 19 Mei 2024 | 22:56

MUI Jakarta Kecam Pencatutan Nama Ulama demi Kepentingan Bisnis

Minggu, 19 Mei 2024 | 22:42

Jelang Idul Adha, Waspadai Penyakit Menular Hewan Ternak

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:57

KPU KBB Berharap Dana Hibah Pilkada Segera Cair

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:39

Amanah Ajak Anak Muda Aceh Kembangkan Kreasi Teknologi

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:33

Sudirman Said Maju Pilkada Jakarta, Ini Respons Anies

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:17

Selengkapnya