Berita

Boeing 737 MAX 8/Net

Publika

Apa yang harus dilakukan Indonesia terhadap Boeing 737 Max 8

RABU, 06 JANUARI 2021 | 13:30 WIB | OLEH: CHAPPY HAKIM

SETELAH di-grounded selama lebih kurang 20 bulan pasca dua kecelakaan B-737 Max 8 di perairan utara Jakarta dan di Ethiopia yang menelan korban ratusan nyawa, akhir tahun lalu Boeing dan FAA (Federal Aviation Administration) telah menyatakan pesawat Max 8 boleh terbang lagi.

Beberapa langkah perbaikan teknis dan penambahan prosedur sebelum terbang diberlakukan sebagai hasil dari proses penyempurnaan sistem di pesawat Max 8. Otoritas penerbangan Uni Eropa, EASA (European Union Aviation Safety Agency) telah pula melakukan test sendiri dan menyatakan setuju dengan seluruh perbaikan yang telah dilakukan oleh Boeing dan FAA. Beberapa otoritas penerbangan negara pengguna Max 8 telah pula memberikan persetujuannya.

Bagaimana dengan Indonesia ?   

Otoritas penerbangan Indonesia yang tidak atau belum memiliki perangkat dan SDM yang dapat melakukan Flight Testing atas perbaikan teknis seperti yang dikerjakan pada pesawat Max 8, biasanya akan mengikuti atau merujuk kepada keputusan FAA dan atau EASA. Namun kali ini persoalannya jadi sangat berbeda, karena Indonesia sebagai negara yang menggunakan Max 8 dan merupakan korban kecelakaan yang terjadi pasti akan ada beberapa langkah khusus yang harus dilakukan terlebih dahulu.  

Dalam aspek hukum tentu saja seluruh masalah legal berkait dengan hasil investigasi kecelakaan yang terjadi termasuk ganti rugi korban kecelakaan kiranya harus diselesaikan terlebih dahulu. Demikian pula proses perbaikan teknis pada pesawat Max 8 yang di operasikan di Indonesia sesuai dengan apa yang telah dan harus dilakukan pihak Boeing dan FAA harus disepakati terlebih dahulu, minimal antara operator dengan pihak Pabrik dan otoritas penerbangan terkait. Pertimbangan harus pula mencakup pada kondisi pesawat Max 8 yang sudah hampir satu tahun terbengkalai tidak terbang. Singkatnya, sebelum otoritas penerbangan Indonesia turut meng-“approve” pesawat Max 8 untuk dapat terbang lagi di Indonesia, ada beberapa langkah awal yang harus diselesaikan terlebih dahulu.

Perkembangan dari keputusan Ungrounded pesawat B-737 Max 8 oleh FAA dan Boeing ternyata masih berproses cukup panjang. Terbetik berita mutakhir dari Aero Time News tentang krisis Boeing 737 Max 8, yang berkepanjangan, dimana FAA akan meninjau ulang terhadap program sertifikasi mandiri yang telah dilakukan Boeing.

Dalam pertanggung jawaban keuangan berkait tagihan pengeluaran Pemerintah Federal AS 2021, FAA diperintahkan untuk meninjau program Organisation Designation Authorization (ODA) di mana aspek sertifikasi pesawat dapat didelegasikan ke produsen.

Ditandatangani oleh Donald Trump pada 29 Desember 2020, undang-undang tersebut memberikan waktu 30 hari bagi FAA untuk membentuk panel ahli. Fungsi utama panel itu adalah memberikan "finding and recomendation" setelah mengaudit apakah budaya keselamatan pabrikan pesawat "konsisten dengan prinsip-prinsip Panduan Manajemen Keselamatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional". Panel tersebut akan terdiri para ahli dari FAA, NASA, pilot dan perwakilan serikat pekerja pabrik serta "karyawan maskapai penerbangan yang tanggung jawab tugasnya mencakup administrasi sistem manajemen keselamatan terbang".

Dalam waktu 270 hari setelah pertemuan pertama, laporan dari panel harus sudah dikirim ke Administrator FAA Steve Dickson dan komite kongres terkait dengan temuan dan rekomendasi dari tinjauan tersebut. Program ODA adalah mekanisme yang digunakan oleh FAA untuk mendelegasikan beberapa pekerjaan sertifikasi 737 MAX kepada teknisi Boeing. Pada bulan Juli 2020, Departemen Transportasi AS menemukan dan mencurigai bahwa karyawan bersertifikat ODA telah mengalami beberapa "tekanan yang tidak semestinya" dari Boeing selama pengembangan 737 MAX berlangsung. Pembentukan panel peninjau pada awalnya diminta oleh Komisi Transportasi dan Infrastruktur Parlemen AS pada September 2020, sesuai dengan rekomendasi yang muncul dari penyelidikan beberapa otoritas keselamatan penerbangan terkait kecelakaan Boeing 737 MAX serta desain dan proses sertifikasinya. RUU itu juga telah mengalokasikan 27 juta USD setiap tahun untuk tiga tahun ke depan agar FAA merekrut dan mempertahankan "teknisi inspektur keselamatan" dan pakar teknis lainnya yang terlibat dalam proses sertifikasi pesawat terbang, mesin pesawat, dan inovasi teknologi.

Dengan perkembangan ini, mungkin otoritas penerbangan Indonesia  tidak harus terburu-buru dan selayaknya menunggu terlebih dahulu hasil dari kerja tim panel tersebut sebelum turut serta meng-“approve” keputusan ungrounded Max 8 yang telah dirilis oleh FAA dan disetujui EASA akhir tahun lalu.

Penulis adalah Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya