Berita

Ilustrasi/Net

Publika

2020, Tahun Konsolidasi Oligarki

SABTU, 02 JANUARI 2021 | 02:59 WIB

TAHUN 2020 baru saja berlalu, ragam peristiwa terjadi di dalamnya. 2020 menjadi saksi betapa kualitas demokrasi di Indonesia mengalami penurunan drastis, konsolidasi masyarakat sipil mengalami pelemahan.

Sebaliknya, kekuatan oligarki semakin mapan, oligarki mampu mengonsolidasikan diri dengan baik. Menguatnya kekuatan oligarki bukan kabar baik bagi demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah, khususnya pasca 1998.

Konsolidasi oligarki yang semakin mapan menandakan Negara semakin jatuh ke dalam cengkraman segelintir orang yang bertindak berdasarkan kuasa kepentingan. Mereka umumnya berasal dari latar belakang pebisnis hitam dan lingkaran kecil elite keluarga di lingkungan kekuasaan.


Menguatnya oligarki ditandai dengan disahkannnya beberapa regulasi yang sarat dengan kepentingan oligarki, di antaranya revisi UU KPK, UU ini bahkan digodok secara diam-diam. Hasilnya beberapa kewenangan KPK berhasil dipreteli.

Ini tentu kabar baik bagi oligarki, kewenangan kuat yang dimiliki KPK merupakan ancaman nyata bagi oligarki. Sangat wajar bila mereka bersekongkol dengan legislatif melakukan operasi senyap terhadap lembaga antirasuah.

Kemenangan oligarki juga terlihat dalam perubahan UU Minerba dan UU MK, serta yang terkini adalah disahkannnya omnibus law, omnibus law merupakan kemenangan terbesar oligarki di tahun 2020, campur tangan oligarki dalam pembahasan omnibus law terang terlihat. Susunan panitia kerja omnibus law berafiliasi dengan perusahaan tertentu.

Ditambah lagi dengan anggota satuan tugas omnibus law yang diisi oleh beberapa pengusaha ternama, artinya konflik kepentingan tidak bisa dihindarkan, omnibus law yang punya maksud baik menyederhanakan regulasi justru tersandera oleh kepentingan oligarki.

Keberhasilan konsolidasi oligarki juga terlihat dengan masifnya serangan terhadap pengkritik kekuasaan. Serangan tersebut bukan hanya terjadi secara fisik, akan tetapi juga terjadi di ranah media sosial. Akun yang vokal mengkritik penguasa mengalami peretasan, tidak berhenti sampai di situ, akun buzzer pendukung penguasa aktif melakukan serangan terhadap individu atau kelompok yang mengoreksi kekuasaan.

Serangan para buzzer ini sangat sistematis dan terarah, sangat tampak mereka dikomandoi oleh pihak tertentu. Para buzzer juga aktif mempropagandakan kebijakan pemerintah di media sosial. Misalnya dengan memviralkan hingga menjadi trending topic di twitter isu omnibus law, isinya menggiring opini seolah omnibus law tidak punya celah kekurangan sedikit pun.

Ini bentuk penyesatan opini karena di lapangan aksi penolakan terhadap omnibus law justru terjadi secara masif.

Menguatnya konsolidasi oligarki harus dilawan, caranya masyarakat sipil harus mengonsolidasikan diri dengan lebih baik, masyarakat sipil harus melakukan konsoliadasi ulang, memastikan posisi mereka tidak lemah seperti sekarang. Simpul perjuangan masyarakat sipil harus dikuatkan kembali, konsolidasi tersebut mesti melibatkan masyarakat sipil dari ragam latar belakang, seperti mahasiswa, NGO, tokoh agama, dan ormas yan peduli pada perubahan.

Konsolidasi masyarakat sipil tidak boleh lagi dilakukan hanya dengan latar belakang tunggal, powernya akan lemah sehingga gampang dipatahkan. Penguatan kembali konsolidasi masyarakat sipil terbilang urgen demi mencegah Negara berubah bentuk menjadi Negara kekuasaan.

Masyarakat sipil harus memastikan bahwa demokrasi tidak dikorupsi oleh oligarki.

Zaenal Abidin Riam
Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya