Berita

Pejabat Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arya Kharisma Hardy/Ist

Politik

PB HMI: Muslim Indonesia Disudutkan Rezim Di Tengah Kemesraan AS-Islam

RABU, 30 DESEMBER 2020 | 23:06 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Kondisi sosial politik terkini seperti fenomena penahanan imam besar Habib Reziq Shihab, penembakan enam laskar FPI, hingga pembubaran ormas FPI mengindikasikan adanya gejolak global yang serius di Indonesia.

"Harus diakui bahwa konflik antara negara versus kelompok Islam semakin meruncing di era Presiden Joko Widodo. Bahkan kualitas demokrasi Indonesia turut terseret dan terciderai," kata Pejabat Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arya Kharisma Hardy kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (30/12).

Arya melihat, ada skema pendiskreditan umat Islam oposisi yang seakan didiskriminasi dan ujungnya terjadi dugaan pelanggaran HAM terhadap tokoh Islam beserta pengikutnya.


Anomali fenomena sosial politik ini, lanjutnya, mengindikasikan ada semacam gesekan ideologi yang serius dalam pusaran kehidupan bangsa Indonesia.

"Ini seperti yang pernah terjadi di masa-masa awal kemerdekaan, sebagai akibat gagalnya negara menunaikan amanah konstitusi dan cenderung menuruti kehendak oligarki global," tegasnya.

Di sisi lain, kondisi sosial politik Tanah Air ini diyakininya merupakan imbas konfrontasi geopolitik yang dimainkan Amerika dan China.

Terlebih dengan kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat pada pemilu lalu. Kemenangan Biden memberikan efek psikologis yang signifikan terhadap situasi sosial politik negara berpenduduk muslim seperti Indonesia.

"Konflik sosial yang kian memanas hari-hari ini di Indonesia tentu tidak terlepas dari meningkatnya eskalasi geopolitik pasca terpilihnya Joe Biden di Amerika yang sedang mesra dengan kelompok Islam dunia," papar Arya.

Melihat situasi saat ini, PB HMI meminta Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah konsolidatif dan meniadakan kebijakan yang ofensif, khususnya kepada kelompok Islam.

"Bagaimana pun, segregasi sosial politik ini akan berdampak buruk jika diteruskan, dan pada akhirnya akan menimbulkan distrust publik yang berujung pada civil disobdient," demikian Arya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya