Berita

Presiden Paul Biya disoroti karena pemilu daerah dianggap hanya merupakan caranya untuk mempertahankan kekuasaan/Reuters

Dunia

Pertama Dalam Sejarah, Kamerun Gelar Pemilu Daerah

MINGGU, 06 DESEMBER 2020 | 18:38 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Kamerun menorehkan sejarah baru pada akhir pekan ini (Minggu, 6/12) dengan mengadakan pemilihan umum daerah untuk pertama kalinya.

Dalam pemilu kali ini, perwakilan lokal akan memilih untuk menunjuk dewan di 10 provinsi di Kamerun yang terdiri dari delegasi regional dan penguasa tradisional.

Dewan yang dipilih tersebut nantinya akan memiliki suara atas pembangunan, termasuk infrastruktur seperti jalan raya. Namun, mereka tidak akan dapat mengubah undang-undang yang diberlakukan oleh majelis nasional dan senat di Yaounde.

Pemerintah Kamerun menyebut, pemilu ini merupakan sinyal bahwa pemerintah pusat akan menyerahkan lebih banyak kekuasaan ke 10 provinsi di Kamerun.

Namun di sisi lain, para kritikus dan juga separatis menilai, pemilu ini tidak lebih dari sekedar upaya Presiden Paul Biya untuk mempertahankan kekuasannya.

Mereka menilai, pemilu ini adalah cara Biya untuk menenangkan para kritikus yang mengatakan dia telah lama mengabaikan 10 provinsi di negara Afrika Tengah itu.

Para kritikus juga mengatakan, pemungutan suara hanya menawarkan kemiripan otonomi daerah, dan datang terlambat untuk menyelesaikan konflik. Pejabat yang memberikan suara dalam pemilihan umum sebagian besar adalah pendukung Biya dan akan membantu menegakkan keinginan Biya di daerah.

"Bukan karena kami akan memiliki delegasi regional sehingga tembakan akan berhenti dan semuanya akan baik-baik saja," kata analis politik Kamerun Stephane Akoa, seperti dikabarkan Reuters.

Sementara itu, kelompok separatis berjanji untuk tidak tinggal diam dan akan mengganggu proses pemungutan suara di wilayah Barat Laut dan Barat Daya Kamerun.

Pejuang separatis mengatakan mereka akan menangkap siapa pun yang berpartisipasi dalam pemilu.

Diketahui bahwa konflik speratis di Kamerun telah menewaskan lebih dari 3.000 orang dan memaksa 500 ribu mengungsi dari rumah mereka sejak tahun 2016 lalu.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya