Berita

Foto ilustrasi/Net

Publika

Seragam Khutbah Racun Agama

SABTU, 28 NOVEMBER 2020 | 07:29 WIB

RENCANA menyeragamkan khutbah jumat oleh Kemenag bila menjadi satu kewajiban adalah racun dalam beragama.

Pelibatan ulama dan akademisi dalam menyusun bukan solusi, hanya legitimasi. Meskipun berisi ayat-ayat dan hadits di dalamnya, namun penggunaan yang seragam tetap saja menyesatkan.

Ada lima alasan kewajiban penyeragaman itu yang dinilai keliru, yaitu:

Pertama, membunuh improvisasi dan daya kreasi dai. Khatib tidak perlu menyiapkan bahan yang menurutnya pas untuk kondisi jamaah tertentu. Cukup menjadi pembaca naskah saja.

Kedua, khazanah pengetahuan dai tidak bertambah. Semangat menggali referensi dibuat lemah. Semua telah tersedia. Dai-dai karbitan dan tidak berkualitas akan menjamur.

Ketiga, penyeragaman adalah wujud dari pengambilalihan kewenangan privat oleh negara. Ciri negara totaliter atau komunis yang dipraktikkan di negara demokrasi.

Keempat, penyusupan ideologi sesat secara halus seperti Ahmadiyah, Syi'ah, dan lainnya dapat memasuki narasi naskah. Otoritas kekuasaan berperan dalam proteksi.

Kelima, cara Nabi berdakwah semakin jauh dari peneladanan. Beliau SAW bertabligh tanpa panduan teks. Segar dan menyentuh pikiran dan rasa mustami/audiens. Berapi-api saat perlu.

Bahwa ada panduan dapat saja bermanfaat, tetapi mudharat lebih besar dari manfaatnya.

Di samping dapat mubazir atas produk besar-besaran, juga bisa saja kelak tak perlu lagi ada khatib naik mimbar, cukup diperdengarkan saja "suara khatib" yang membacakan naskah Kemenag. Modal masjid adalah cukup menyediakan imam shalat.

Ujungnya, dengan alasan deradikalisasi dan mencegah intoleransi, negara telah menghancurkan budaya keagamaan yang sudah sesuai syariat. Seolah racun agama ditebar oleh rezim bergaya totalitarian atau bahkan komunis. Kontrol negara dominan.

Ini artinya, bahaya besar sedang dihadapi oleh umat Islam.

M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan keagamaan.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya