Berita

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (tengah)/Repro

Hukum

12 Kepala Daerah Terlibat Suap DAK, KPK Ultimatum Kemenkeu

SELASA, 17 NOVEMBER 2020 | 22:00 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Ultimatum disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar bersikap transparan terkait dana alokasi khusus (DAK).

Ultimatum itu disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata lantaran hingga kini, sudah ada 12 kepala daerah yang diproses KPK karena melakukan suap berkenaan DAK.

Terlebih menurut Alex, dari proses penyidikan dan persidangan yang telah dilalui KPK, pengurusan DAK tersebut seperti sudah sistematik.


"Bahkan ada salah satu kepala daerah yang pernah menyampaikan kalau ingin mendapatkan uang, ini harus dengan uang juga. Artinya membeli uang dengan uang," ujar Alexander Marwata kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (17/11).

Meskipun tujuannya untuk menambah anggaran pembangunan daerah, kata Alex, cara-cara yang digunakan sejumlah kepala daerah yang sudah diproses KPK dianggap salah.

"Rasa-rasanya, sepanjang tujuannya digunakan untuk pembangunan daerah kan baik. Tetapi kembali lagi, cara yang bersangkutan untuk menambah anggaran APBD lewat DAK dengan menyuap ini yang tidak bisa dibenarkan," tegas Alex.

Hal itu terjadi dikarenakan tidak adanya transparansi dari Kemenkeu dalam pengurusan DAK. Sehingga, kepala daerah dibuat bingung apakah mendapatkan DAK atau tidak.

"Kalau dana alokasi khusus dari awal sudah transparan, kira-kira daerah dengan kriteria apa saja yang berhak, tentu daerah-daerah, kepala daerah itu tidak akan mengurus. Dia sudah tahu bahwa daerahnya akan mendapat alokasi DAK," jelas Alex.

Sehingga selain penindakan yang dilakukan KPK, pihaknya juga melakukan pencegahan dengan mengultimatum agar Kemenkeu bersikap transparansi.

"Upaya-upaya pencegahan sudah kami koordinasikan dengan Kementerian Keuangan agar transparansi dalam pengalokasian DAK itu dikedepankan. Sehingga tidak ada lagi daerah-daerah yang mencoba-coba atau menebak-nebak, kira-kira daerah saya dapat atau tidak," terang Alex.

Hal itu perlu dilakukan agar perbuatan melawan hukum dengan melakukan suap tidak kembali terulang.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya