Berita

Ilustrasi/Net

Publika

#Boikot, Strategi Penyampaian Pesan

SENIN, 02 NOVEMBER 2020 | 00:37 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

LINIMASA media sosial ramai. Ajakan untuk melakukan gerakan #Boikot dikumandangkan. Dalam konteks komunikasi, hal ini harus dipahami sebagai bentuk penyampaian pesan non verbal.

Pola distribusi pesan tersebut tampil melalui gerak-gerik dan laku tingkah. Sudah barang tentu, dalam kajian aksi-reaksi, maka bentuk penyikapan #Boikot tidak berdiri sendiri, melainkan bagian dari sebuah rangkaian kejadian yang tidak terpisahkan.

Pro-kontra atas ajakan #Boikot tersebut menjadi bagian yang mewarnai diskusi. Perdebatan di ruang publik, seberapa pun kerasnya menjadi wadah pengujian kedewasaan berdemokrasi, problemnya harus terdapat kesadaran untuk memisahkan ruang percakapan dari ekses potensi tindakan kekerasan yang menyertai.

Tindakan kekerasan yang timbul sebagai akibat pelecehan keyakinan agama perlu dikecam, sebagaimana kecaman juga patut disampaikan pada upaya penghinaan agama itu sendiri. Perlu sangat cermat dan berhati-hati berbicara di ruang sensitif atas perbedaan nilai spiritualitas keagamaan.

Problemnya, sesuai teori konflik, seharusnya dibuka ruang dialog guna mencapai resolusi. Dengan begitu pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebut Islam sebagai agama dalam krisis, bahkan akan terus memberikan ruang bagi penguatan sentimen Islamophobia sebagai bentuk kebebasan, jelas merupakan kekeliruan.

Respons balik atas apa yang disampaikan Macron, tentu menjadi lebih menguat pada berbagai negara dengan mayoritas penduduk muslim. Di Tanah Air, Majelis Ulama Indonesia menyampaikan kecaman dengan seruan boikot.

Demikian pula patut diapresiasi pernyataan resmi pemerintah Indonesia yang mengecam keras peristiwa kekerasan di Prancis, sekaligus meminta agar tidak mengaitkan agama dengan tindakan terorisme. Kedua hal tersebut berbeda dan terpisah.

Strategi Boikot

Berlanjutnya reaksi atas pernyataan Macron, dengan seruan #Boikot yang bergema di media sosial, adalah bentuk ekspresi sekaligus pernyataan sikap yang menegaskan kecaman atas kekeliruan cara pandang Macron.

Hikayat boikot merupakan bagian kisah dari Charles Boycott seorang tuan tanah di Inggris yang menolak menurunkan harga sewa lahan garapan yang dibalas dengan penolakan menggarap lahan oleh para buruh tani.

Sejarahnya di Nusantara, terbentang sejak zaman Mataram dengan aksi mepe, yakni berjemur dan berdiam serta tidak melakukan apapun sebagai bentuk protes atas suatu hal.

Pada banyak studi kasus modern, boikot kerap dikaitkan dengan seruan untuk menolak melakukan pembelian untuk suatu tema yang tidak disepakati. Sebelumnya, bahkan produk sawit Indonesia juga diboikot Uni Eropa, terkait dengan isu lingkungan.

Boikot adalah strategi dalam menyampaikan pesan sekaligus menciptakan ruang keseimbangan. Pada relasi supply-demand dalam konteks ekonomi, suara konsumen kerap terpinggirkan karena dominasi produsen. Karena itu, boikot adalah langkah alternatif yang mengembalikan posisi hak konsumen untuk meminta produsen bertindak secara bijaksana.

Tanda pagar boikot di media sosial adalah hal sejenis, tidak kurang dan tidak lebih. Persoalan persetujuan ataupun tidak setuju, tentu sangat tergantung pada perspektif dan sudut pandang yang dipergunakan. Tetapi dalam aspek komunikasi, boikot tetap menjadi cara -medium berkomunikasi.

Sebagai konsekuensi dari mekanisme saling bergantung dalam arus transaksi ekonomi dunia, mengakibatkan para pihak yang terlibat didalamnya untuk mampu bersikap terbuka guna mendengarkan aspirasi yang disampaikan.

Menariknya, strategi boikot adalah bentuk unjuk rasa dengan mengedepankan sensitivitas untuk memiliki kemampuan merasa, tanpa kekerasan -non violence. Jika strategi boikot dipergunakan, model kombinasinya bisa mengacu pada perlawanan Mahatma Gandhi, pada pergerakan kemerdekaan India.

Prinsip yang saling terkait dalam gerakan nasional Gandhi, merupakan integrasi dari kerangka ahimsa -anti kekerasan, hartal -pemogokan, swadesi -konsumsi produk lokal, dan satyagraha -berpegang pada kebenaran.

Pola serupa menurut Bung Karno disebut Berdikari -berdiri diatas kaki sendiri, menyiratkan prinsip kemandirian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Tentu seruan #Boikot kali ini perlu disambut dengan baik, sekaligus menjadi pelajaran penting dalam upaya membentuk hubungan yang setara dan seimbang, termasuk untuk membangkitkan kemampuan dalam negeri untuk mampu dan berdaya dalam kapasitas ekonomi yang mandiri.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Penyesuaian Tarif Air Sudah Kantongi Rekomendasi KPK

Jumat, 07 Februari 2025 | 05:27

Bandara Gatot Subroto Way Kanan Kembali Beroperasi

Jumat, 07 Februari 2025 | 05:06

Dituduh Maling Sayuran, Bocah SD Disiksa Petugas Keamanan

Jumat, 07 Februari 2025 | 04:33

Tatib DPR Bisa Copot Pejabat Negara Inkonsitusional

Jumat, 07 Februari 2025 | 04:24

Gegara Cemburu, Sopir Truk Bakar Teman Wanitanya

Jumat, 07 Februari 2025 | 04:04

Ganti Kapolri-Panglima TNI Tetap Hak Prerogatif Presiden Bukan DPR

Jumat, 07 Februari 2025 | 03:32

Kebijakan Tata Niaga LPG 3 Kg Lindungi Masyarakat Kecil

Jumat, 07 Februari 2025 | 03:14

Indonesia Pusat Gravitasi Industri Kecantikan

Jumat, 07 Februari 2025 | 03:04

Penghematan Anggaran untuk Pencapaian Visi Presiden

Jumat, 07 Februari 2025 | 02:28

Pupuk Kaltim Tak Ada Urusan Lagi soal Polis Pensiunan

Jumat, 07 Februari 2025 | 02:10

Selengkapnya