Amerika Serikat memperpanjang fasilitas GSP untuk Indonesia/Net
Amerika Serikat (AS), melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) untuk Indonesia pada Jumat (30/10).
Dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang sejak 1974.
"Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980," lanjutnya dalam konferensi pers virtual pada Minggu (1/11).
Retno menjelaskan, terdapat 3.572 pos tarif yang telah diklasifikasikan oleh
US Customs and Border Protection (CBP) pada level
Harmonized System (HS) 8-digit yang mendapatkan pembebasan tarif melalui skema GSP.
Adapun 3.572 pos tarif itu mencakup produk-produk manufaktur dan semi manufaktur, di antaranya adalah pertanian, perikanan, dan juga industri primer.
Daftar produk yang mendapatkan pembebasan tarif sendiri dapat dilihat di
Harmonized Tariff Schedule of the United States(HTS-US).
"Berdasarkan data statistik dari
United States International Trade Commission atau USITC pada tahun 2019, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai 2,61 miliar dolar AS atau setara 13,1 persen dari total ekspor Indonesia ke AS," terang Retno.
Total ekspor Indonesia ke AS sendiri mencapai 20,1 miliar dolar AS pada 2019.
Sementara itu, dari Januari hingga Agustus 2020 atau di tengah pandemi Covid-19, nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat 1,87 miliar dolar AS atau naik 10,6 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya,
"Dengan perpanjangan pemberian fasilitas GSP ini diharapkan nilai ekspor Indonesia akan semakin meningkat," harap Retno.
Lima besar ekspor produk GSP Indonesia sampai dengan Agustus 2020 di antaranya adalah HS 94042100 (matras, baik karet maupun plastik) senilai 185 juta dolar AS, HS 71131929 (kalung dan rantai emas) senilai 142 juta dolar AS, HS 42029231 (tas bepergian dan olahraga) senilai 104 juta dolar AS, HS 38231920 (minyak asam dari pengolahan kelapa sawit) senilai 84 juta dolar AS, dan HS 40112010 (ban penumatik radial untuk bus atau truk) senilai 82 juta dolar AS.
Di samping itu, AS sendiri merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar Indonesia setelah China, dengan total nilai perdagangan dua arah mencapai 27 miliar dolar AS pada 2019.
Ekspor Indonesia ke AS periode Januari hingga Agustus 2020 mencapai 11,8 miliar dolar AS, meningkat hampir 2 persen dibandingkan periode yan sama pada 2019 sebesar 11,6 miliar dolar AS.
Kenaikan tersebut terjadi di tengah situasi pandemi, dan saat impor AS dari seluruh dunia turun 13 persen.
"Ke depannya, kedua negara sepakat untuk mengupayakan pembahasan kemitraaan perdagangan RI dan AS yang lebih komprehensif dan permanen," pungkas Retno.