Berita

Ilustrasi kursi presiden/Net

Suluh

Jenuh Dengan Nama-nama Di Survei Capres

SELASA, 27 OKTOBER 2020 | 10:51 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

Apapun tema survei yang diangkat lembaga survei tanah air, hampir pasti ada rilis mengenai peringkat elektabilitas calon presiden. Dalam rilis ini, biasanya selalu ada konsistensi mengenai nama-nama calon presiden yang disurvei.

Layaknya sebuah klasemen di liga sepakbola, calon-calon duduk di posisi “big four” biasanya tidak akan goyah. Nama-namanya tetap menghuni 4 besar, hanya saja kadang posisinya bergantian.

Teranyar ada survei dari Indikator Politik Indonesia yang dirilis pada Minggu lalu (25/10). Sebanyak 15 nama capres dikorek tingkat keterpilihannya ke responden yang berjumlah 1.200 orang.

Hasilnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berada di paling atas dengan elektabilitas sebesar 18,7 persen, kemudian disusul Menteri Pertahanan Prabowo Subianto 16,8 persen, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 14,4 persen, dan mantan calon wakil presiden, Sandiaga Salahuddin Uno 8,8 persen.

Itulah big four capres. Mayoritas pemain lama dan untuk beberapa bulan mendatang nama-nama ini tidak akan goyah. Paling memungkinkan hanya peringkat empat yang terlempar dari zona bergengsi.

Namun bukan tentang siapa yang konsisten berada di tahta puncak dan jadi pemenang di Pilpres 2024 yang akan diulas dalam tulisan ini. Melainkan titik jenuh penulis dengan nama-nama yang muncul dalam setiap survei. Seolah, stok tokoh pemimpin di Indonesia hanya itu-itu saja.

Seharusnya ada gebrakan dari lembaga survei, minimal untuk tidak terlebih dahulu menampilkan nama calon dalam survei mereka. Tanya dulu apa yang jadi masalah dan harapan rakyat. Kemudian tanyakan mengenai kriteria pemimpin seperti apa yang bisa menyelesaikan beragam masalah dan mewujudkan harapan tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut setidaknya akan merangsang publik untuk meluapkan keluh kesah dan harapan sosok pemimpin ideal. Berbeda halnya jika publik langsung disodorkan nama-nama dan ditanya siapa yang akan dipilih. Tentu hal itu hanya akan membuat publik mengamini begitu saja nama-nama tersebut karena dianggap “pantas”.

Sementara jika dirangsang untuk menyampaikan kriteria calon pemimpin, maka bukan tidak mungkin akan muncul tokoh-tokoh baru.

Memang pertanyaannya kemudian akan mengarah pada kemungkinan para tokoh-tokoh baru yang muncul itu bisa maju di Pilpres 2024, apalagi jika tokoh ang muncul tidak punya kendaraan partai yang cukup untuk mengusung pasangan capres.

Saat ini, untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden dibutuhkan dukungan dari 20 persen jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional saat pileg. Aturan ini yang kemudian membuat dua pilpres sebelumnya hanya menghendaki kehadiran dua calon. Sebab, tokoh lain, yang mungkin lebih mumpuni, terbentur dengan aturan ini.

Kini aturan tersebut sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tokoh nasional DR. Rizal Ramli dan Abdulrachim Kresno, dengan Refly Harun selaku kuasa hukum.

Tentu harapan tinggi disematkan kepada MK agar bisa mengabulkan permohonan tersebut. Setidaknya, jika dikabulkan pilpres mendatang akan lebih berwarna karena akan banyak tokoh yang disajikan sebagai pilihan.

Semakin banyak pilihan publik akan semakin mendapat alternatif tentang siapa lebih cocok menuntaskan keluh kesah dan mewujudkan harapan mereka.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya