Berita

Ilustrasi/Net

Suluh

Monopoli Kebenaran

SENIN, 19 OKTOBER 2020 | 10:16 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

Mulutmu harimaumu. Sebuah peribahasa yang kini menjadi gambaran nyata kehidupan di era digital. Di mana setiap kata yang keluar akan menjadi kekuatan yang sangat besar efeknya bagi diri sendiri maupun orang lain. Termasuk bagi institusi, jika orang tersebut bernaung dalam sebuah lembaga.

Kehati-hatian harus menjadi elemen yang paling diperhatikan. Salah sedikit saja, ucapan itu akan viral dan tafsiran orang yang menerimanya berbeda-beda.

Setidaknya pernyataan Menteri Komunikasi dan Informasi, Johnny G. Plate dalam acara Mata Najwa yang disiarkan Trans7 pada Rabu (15/10) bisa dipetik sebagai pelajaran.

Saat berdebat dengan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, terlontar ucapan amarah yang semestinya bisa ditahan oleh seorang yang berpredikat Menkominfo.

Tapi Johnny G. Plate tak kuasa menahan. Hingga akhirnya keluar kalimat ini.

“Kalau pemerintah sudah bilang hoax, ya itu hoax, kenapa dibantah lagi,” ujarnya.

Sepintas kalimat ini memang sederhana. Tapi seolah memposisikan pemerintah sebagai penafsir tunggal kebenaran di ruang publik.

Bahkan pakar komunikasi Emrus Sihombing menyebut pernyataan itu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Di mana seharusnya, pemerintah senantiasa bersama-sama dengan rakyat, berdialog dan berdialektika secara setara agar saling memahami satu dengan lain.

Pernyataan seperti ini tentu berbahaya. Apalagi jika kalimat ini terlontar di bulan Februari, bulan di mana virus corona diduga sudah menyebar ke dalam negeri dan pemerintah getol menyangkal adanya sebaran tersebut.

Narasi-narasi dari pemerintah kala itu tentu akan sangat berbahaya bagi rakyat jika dijadikan sebuah kebenaran tunggal. Misal narasi corona tidak kuat dengan cuaca panas negara yang dilalui garis khatulistiwa, corona sudah pergi karena izin berbeilit, hingga pernyataan bahwa Covid-19 akan sembuh dengan sendirinya.

Bayangkan saja jika pernyataan itu tidak boleh dibantah atau dipertentangkan.

Lebih berbahaya lagi jika monopoli kebenaran digunakan untuk membungkam pihak-pihak yang kritis. Para aktivis yang memang kerap pedas dalam bersuara lantas ditangkapi. Tentu kondisi itu akan berbahaya bagi demokrasi Indonesia.

Meminjam kalimat dari Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, aksi penangkapan itu akan menjadi tanda demokrasi menuju kepunahan. Sebab, penguasa mulai menunjukkan diri bahwa mereka adalah pihak yang memonopoli kebenaran.

Katanya, ide dan pikiran mutlak milik manusia merdeka. Pikiran tidak bisa dipenjarakan. Bagi mereka yang berpikir, setebal apa pun tembok penjara, pikiran tetap menembusnya.

Jadi, mari hormati setiap gagasan muncul dari publik. Setidaknya dengan begitu kita juga menghormati konstitusi negara yang menjamin kebebasan berpendapat.

Sebagai konsekuensinya, kebisingan tentu akan memenuhi ruang publik. Untuk itu diperlukan keahlian mengolah kebisingan menjadi diskursus yang membangun. Bukan membungkam dan memonopoli kebenaran.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

UPDATE

Pengukuhan Petugas Haji

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:04

Chili Siap Jadi Mitra Ekonomi Strategis Indonesia di Amerika Selatan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 04:02

Basri Baco: Sekolah Gratis Bisa Jadi Kado Indah Heru Budi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:42

Pemprov DKI Tak Ingin Polusi Udara Buruk 2023 Terulang

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:24

Catat, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 9-10 Mei

Sabtu, 04 Mei 2024 | 03:22

BMKG Prediksi Juni Puncak Musim Kemarau di Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:27

Patuhi Telegram Kabareskrim, Rio Reifan Tak akan Direhabilitasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:05

Airlangga dan Menteri Ekonomi Jepang Sepakat Jalankan 3 Proyek Prioritas Transisi Energi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 02:00

Zaki Tolak Bocorkan soal Koalisi Pilkada Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:35

Bertemu Wakil PM Belanda, Airlangga Bicara soal Kerja Sama Giant Sea Wall

Sabtu, 04 Mei 2024 | 01:22

Selengkapnya