Berita

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) untuk Indonesia, Ray Rangkuti/Rep

Politik

Warning Bagi Pemerintahan Jokowi, Demonstrasi Besar Tidak Bisa Dihentikan Dengan Penangkapan

SABTU, 17 OKTOBER 2020 | 12:27 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Massifnya demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat baik di ibukota maupun di berbagai daerah menolak omnibus law UU Cipta Kerja mesti dijadikan warning oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Apalagi, cara-cara yang digunakan pemerintah adalah dengan menangkap orang-orang yang menolak omnibus law UU Ciptaker.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) untuk Indonesia, Ray Rangkuti saat menjadi narasumber dalam diskusi daring Smart FM bertajuk "Omnibus Law dan Aspirasi Publik", Sabtu (17/10).


"Ini sinyal penting, warning penting kepada pemerintahan Pak Jokowi bahwa keresahan ini enggak bisa diselesaikan dengan cara menangkap orang seperti sekarang," ujar Ray Rangkuti.

Ray menilai, maraknya demonstarsi disinyalir adanya kekecewaan pada proses dan juga substansi UU Ciptaker. Tetapi, di luar itu juga, ada kekecewaan yang cukup menyeluruh pada pemerintahan Jokowi di periode kedua pemerintahannya ini.

"Apa yang menyeluruh itu? Ya ini nggak bisa dilihat semata-mata karena UU omnibus law yang dianggap mengecewakan baik proses maupun substansinya. Tapi juga ada masalah ketika terjadi revisi UU KPK, ada mungkin soal cara pemerintah menangani Covid-19 orang begitu kecewa, ada unsur ekonomi yang memang makin hari makin keliatan sulit," ucap Ray Rangkuti.

"Nah ditambah dengan proses pembahasan UU Cipta Kerja yang secara proses maupun substansi mengecewakan banyak pihak," sambung aktivis 98' itu.

"Jadi, kumulasi itulah yang mengakibatkan demonstarsi begitu besar baik dari skala lokasi maupun secara massa," kata Ray Rangkuti lagi.

Selain Ray, narasumber lain dalam diskusi daring tersebut antara lain Tenaga Ahli Utama Bidang Hukum Kantor Staf Presiden (KSP), Ade Irfan Pulungan; pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti; Litbang Kompas, Yohan Wahyu; dan pengamat komunikasi politik UPH, Emrus Sihombing.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya