Berita

Dr. Muhammad Najib/RMOL

Muhammad Najib

Mengapa Muncul Islamophobia?

JUMAT, 02 OKTOBER 2020 | 14:14 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

PERDANA Menteri Pakistan, Imran Khan pada sidang Majlis Umum PBB ke-75, dalam pidatonya menyinggung masalah Islamophobia yang dialami minoritas muslim di berbagai negara, seperti India, Myanmar, Eropa, dan negara-negara Barat lain termasuk New Zealand dan Amerika.

Pertanyaannya, mengapa masalah ini bisa muncul di banyak tempat yang berbeda baik dari aspek sejarah, budaya, etnis, maupun agamanya?

Bila ditelusuri akar masalahnya, maka persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari masifnya pengunaan media sosial sejak 20 tahun terakhir.

Diskusi atau perdebatan berbagai masalah yang melibatkan komunitas lintas etnis, agama, lintas wilayah, bahkan lintas negara, telah meningkatkan emosi publik.

Secara teoritis masalah ini disebut sebagai populisme yang dipicu dan dipacu oleh sentimen primordial yang bersumber dari perbedaan etnis, suku, ras, ataupun agama, yang di Indonesia lazim disebut dengan istilah SARA.

Persoalan ini kemudian menimbulkan letupan sosial dalam berbagai bentuknya seperti pembakaran Al Qur'an, penghancuran masjid, sampai pada pembunuhan orang-orang yang sedang melakukan ibadah di masjid, karena dieksploitasi oleh para politisi.

Tabiat para politisi di manapun dari partai apapun, dari dulu sampai sekarang ternyata tidak pernah berubah. Mereka pada umumnya mengidap penyakit "rabun jauh", dalam pengertian demi kepentingan jangka pendek mengabaikan konsekwensi jangka panjang, dan demi kepentingan diri sendiri atau kelompok kemudian rela mengorbankan kepentingan bersama.

Hal ini sebenarnya tidak hanya terjadi di negara-negara dengan mayoritas agama non-Muslim seperti di Eropa, Amerika, Australia, New Zealand, Myanmar, India, dan Israel, akan tetapi dalam bentuk yang berbeda juga terjadi di negara-negara muslim seperti Turki, dan dalam kadar tertentu terjadi juga di Indonesia.

Partai-partai tertentu dan politisi tertentu juga mengeksploitasi simbol-simbol Islam dan memggunakan narasi Islam untuk mendapatkan dukungan politik komunitas muslim. Bagi umat Islam tentu tidak mudah membedakannya, mana yang ikhlas dan mana yang culas.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana mengatasinya? Tentu tidak mudah karena substansi masalahnya sangat kompleks, menyangkut tingkat pendidikan dan kematangan masyarakat dalam berpolitik, juga begitu banyaknya hoax yang dikemas sangat ilmiah dan tidak jarang juga menggunakan ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits.

Karena itu, diperlukan ide besar dan kerja keras banyak pihak, serta kesabaran yang diikuti dengan indurensi, sehingga kita tidak mudah lelah ataupun menyerah menghadapi berbagi tantangan betapapun beratnya.

Bila masalah ini terus berkembang, maka semua pihak tentu akan ikut menanggunh rugi, karena hilangnya rasa aman dan menurunnya sikap toleran masyarakat.

Jika semua yang diuraikan di atas menjadi penyebab secara langsung munculnya Islamophobia di sejumlah negara, maka sebenarnya ada sumber lain yang menjadi penyebab tidak langsung, yakni lemahnya dunia Islam baik secara ekonomi, politik, maupun militer. Karena itu dunia Islam kurang diperhitungkan dan hilangnya rasa segan atau gentar bagi sejumlah negara non Muslim untuk mendiskriminasi umat Islam.

Sejatinya dunia Islam tidak lemah, secara militer Turki memiliki senjata dengan standar NATO, Pakistan memiliki senjata nuklir, Iran memiliki militansi yang menggentarkan Amerika dan Israel, dan negara-negara Arab Teluk memiliki kekayaan dan kemampuan ekonomi.

Demikian juga secara politik, ada 22 negara yang tergabung dalam Liga Arab dan 57 negara tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), sayang semua ini belum bisa menjadi kekuatan politik, ekonomi, maupun militer.

Karena itu, dapat dikatakan tantangan terbesar dunia Islam saat ini bukan karena ancaman dari luar, akan tetapi dari dalam dirinya sendiri.

Egoisme sejumlah pemimpin dan kebanggaan masing-masing negara telah membuat dunia Islam susah bekerjasama, sehingga berbagai potensi yang dimilikinya tidak bisa dikapitalisasi secara optimal yang bermuara pada kekuatan.

Lebih dari itu, situasi seperti ini telah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk mengadu-domba dan memecah-belah, yang mengakibatkan dunia Islam habis energinya terkuras karena saling cakar terhadap saudara sendiri.

Sementara dalam waktu bersamaan, berbagai kekayaan alam yang dimilikinya terus dikuras musuh-musuh mereka. Sampai kapan para pemimpin dunia Islam dan rakyatnya sadar semua ini? Wallahua'lam.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya