Berita

Kontainer sampah/Net

Dunia

Srilanka Pulangkan 21 Kontainer Limbah Medis Berbahaya Ke Inggris

SENIN, 28 SEPTEMBER 2020 | 10:15 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Limbah medis menjadi persoalan baru di tengah krisis kesehatan yang melanda dunia akibat pandemi Covid-19. Hal itu dibuktikan dengan munculnya kiriman ilegal limbah medis ke negara-negara berkembang.

Srilanka dilaporkan telah mengembalikan 21 kontainer penuh dengan limbah medis ke Inggris pada Sabtu (26/8).

Dimuat Daily Mail, pemerintah Srilanka telah menyatakan protes atas pengiriman limbah berbahaya itu karena melanggar hukum internasional.


Jurubicara bea cukai India, Sunil Jayaratne mengungkap, pengirim telah setuju untuk mengambil kembali 21 kontainer tersebut.

"Kami sedang bekerja untuk mendapatkan kompensasi dari mereka yang bertanggung jawab memasukkan kontainer ke India," sambungnya.

Menurut pejabat, kontainer yang diimpor secara ilegal itu berisi kain lap, perban, dan bagian tubuh dari kamar mayat.

Belum terungkap jenis limbah rumah sakit yang dimasukkan, namun bea cukai telah mengkonfirmasi keberangkatan mereka.

Seharusnya, kontainer tersebut dimaksudkan untuk membawa kasur, karpet, dan permadani bekas, tetapi para pejabat mengatakan bahwa kontainer tersebut juga berisi limbah rumah sakit.

Kasus kontainer berisi limbah berbahaya bukan kali ini terjadi di Srilanka.

Tahun lalu, pemerintah India melakukan investigasi terhadap hampir 3.000 ton limbah berbahaya yang dikirim secara ilegal. Hasilnya, importir telah mengalihkan sekitar 180 ton sampah yang sama ke India dan Dubai.

Banyaknya kontainer limbah berbahaya dan tidak dapat didaur ulang membuat beberapa negara Asia tidak lagi menerima sampah dari negara maju.

Dalam beberapa tahun terakhir, insiden memulangkan kontainer sampah sudah menjadi hal umum. Misalnya pada 2018, Kamboja mengembalikan 1.600 ton limbah ke Amerika Serikat dan Kanada.

Kemudian pada tahun yang sama, Filipina mengembalikan 69 kontainer sampah ke Kanada, dan Malaysia mengembalikan lima kontainer sampah ke Spanyol.

Negara-negara maju saat ini mulai kebingungan mencari tempat pembuangan sampah, khususnya setelah China pada 2018 melarang impor limbah plastik. Itu membuat Asia Tenggara menjadi penerima pengiriman limbah, sebagian besar adalah plastik yang tidak dapat didaur ulang.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya