Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Dari Sanksi AS Jadi Mandiri, China Harus Merangkak Kembangkan Teknologi Chip

SENIN, 28 SEPTEMBER 2020 | 08:45 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

China kembali menghadapi cobaan untuk sektor teknologinya. Amerika Serikat (AS) telah memberlakukan pembatasan ekspor untuk perusahaan semikonduktornya ke China.

Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC) mengalami pembatasan ekspor setelah pemerintah menganggap perusahaan chip terbesar di AS tersebut memasok untuk militer China.

Dalam sebuah artikel opini yang dirilis oleh Global Times pada Minggu (27/9), disebutkan dominasi AS dalam rantai pasokan industri semikonduktor global adalah ancaman mendasar bagi China.


Terlihat dari pembatasan ekspor yang diberlakukan Washington yang mengancam sektor teknologi negeri Tirai Bambu itu.

Alhasil, China harus melakukan "long march", mengembangkan teknologi semikonduktor mandiri, alih-alih bergantung pada AS.

"Sekarang tampaknya China perlu mengontrol semua penelitian dan rantai produksi industri semikonduktor, dan melepaskan diri dari ketergantungan pada AS," tulis penulis artikel yang tidak disebutkan namanya, mengutip Reuters.

Sebelumnya pada Sabtu (26/9), pemerintah AS telah mengirim surat kepada SMIC terkait pembatasan ekspor, di mana perusahaan tersebut hanya dapat mengirim pasokan setelah mendapatkan izin.

Pasalnya, di dalam surat terebut disebutkan, SMIC dan anak perusahaannya telah menimbulkan risiko pengalihan yang tidak dapat diterima untuk penggunaan militer.

SMIC sendiri telah membantah hal tersebut dengan mengatakan tidak memiliki hubungan dengan militer China.

Sebelum itu, AS juga telah memberlakukan pembatasan ekspor SMIC untuk Huawei Technologies yang merupakan raksasa teknologi China.

Penulis opini di Global Times menggambarkan AS sedang memimpin pertempuran untuk menindas sektor teknologi China. Meningat selain Huawei, perusahaan China seperti Tencent Holdings dan Beijing ByteDance juga telah bergantung pada teknologi chip AS.

"Fondasi seluruh industri masih di tangan orang Amerika. Setidaknya untuk saat ini. China harus melompat dari nol ke satu untuk memberikan dukungan yang solid bagi persaingan negara dengan AS," tulis dia.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya