Berita

Amerika Serikat larang impor kapas dari Xinjiang, China/Net

Dunia

Perangi Kerja Paksa Di Xinjiang, AS Blokir Impor Lima Produk China

SELASA, 15 SEPTEMBER 2020 | 11:05 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) Amerika Serikat (AS) mengumumkan larangan impor beberapa barang yang diproduksi di Provinsi Xinjiang karena dianggap terkait dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia pada minoritas Uighur.

Dalam pernyataan yang dirilis pada Senin (14/9), DHS mengatakan, tindakan tersebut dilakukan untuk memerangi kerja paksa ilegal oleh pemerintah China.

Dimuat BBC, larangan tersebut menargetkan lima entitas, meliputi pakaian, suku cadang komputer, kapas, dan produk rambut.

“Dengan mengambil tindakan ini, DHS memerangi kerja paksa ilegal dan tidak manusiawi, sejenis perbudakan modern, yang digunakan untuk membuat barang yang kemudian coba diimpor oleh pemerintah China ke AS," ujar Wakil Sekretaris DHS, Ken Ken Cuccinelli.

Lebih lanjut, Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mengatakan, pihaknya akan menyita barang-barang tersebut jika teridentifikasi berhasil mencapai Amerika.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan, Peintah Pelepasan Penahanan (WROs) terhadap barang-barang tersebut menunjukkan, dunia tidak akan mendukung pelanggaran HAM yang dilakukan oleh China terhadap Uighur dan minoritas muslim lainnya di Xinjiang.

"Tindakan ini mengirimkan pesan yang jelas kepada China bahwa inilah saatnya untuk mengakhiri praktik kerja paksa yang disponsori negara dan untuk menghormati hak asasi manusia semua orang," kata Pompeo.

Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang Uighur. Kelompok muslim Turki, yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah lama menuduh otoritas China melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi.

Sebanyak 7 persen dari populasi muslim di Xinjiang telah masuk ke kamp-kamp yang menurut pejabat AS dan PBB merupakan kamp pendidikan ulang.

Sementara itu, China memproduksi sekitar 20 persen kapas dunia dengan sebagian besar dari Xinjiang. Wilayah tersebut juga kaya akan petrokimia.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya