Berita

Pakar Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan/Net

Politik

Mahar Politik, Patologi Dan Tatanan Politik Yang Oligarkis

KAMIS, 10 SEPTEMBER 2020 | 19:33 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Transaksi mahar politik di pesta demokrasi seperti Pilkada Serentak kembali ramai diperbincangkan usai beredarnya video mengenai dugaan politik uang di Merauke.

Pakar Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan MA mengatakan, bakal pasangan calon yang memberikan uang kepada partai guna mendapatkan rekomendasi dukungan merupakan politik transaksional yang biasa dinamakan vehicle buying.

"Itu sebenarnya menyalahi prinsip pemilu yang bebas dari kecurangan. Karena itu namanya curang. Itu tidak masuk ke kas partai, tapi masuk ke kantong oknum-oknum pengurus partai," terang Djohermansyah dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (10/9).

"Ini merupakan pendidikan politik yang buruk dari para pemimpin partai," sambungnya.

Dalam praktiknya, sesorang yang ingin maju di kontestasi pemilihan harus memenuhi minimal 20 persen kursi atau 25 persen suara partai politik. Djohermansyah mengatakan, tidak ada makan siang yang gratis, alias calon harus membayar upeti kepada partai politik.

"Misalnya 10 kursi DPRD Provinsi lalu 1 kursi DPRD itu dihargai 1 miliar, dikali 10 kursi nilainya 10 miliar. Dalihnya, untuk mendapatkan kursi DPRD menghabiskan ongkos yang besar. Oleh karena itu, anda harus beri kontribusi senilai harga kursi itu," ungkapnya.

Lebih parahnya lagi, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri periode 2010-2014 itu menyebutkan, dampak lainnya jika patologi politik ini terus berlangsung adalah munculnya pemimpin-pemimpin korup.

"Jika saja dia terpilih jadi pemimpin pemerintahan, maka proses penyelenggaraan pemerintahan bakal menjadi koruptif. Rakyat tidak bisa mengharapkan mendapatkan kesejahteraan dari pemimpin yang perilakunya curang itu. Itu prinsip," katanya.

Tidak jauh berbeda, pengamat politik dari CSIS, J Kristiadi berpandangan, mahar menunjukkan hasrat kekuasaan dari sistem politik Indonesia yang menghalalkan segala cara serta bersifat koruptif.

Dia memberikan gambaran betapa parahnya patologi politik ini lebih daripada pandemi Covid-19, yang secara tidak langsung meluluhlantahkan segala sisi kehidupan bangsa dan negara di dunia.

"Di masa pandemi, akibatnya lebih apokaliptik karena ancaman penularan pandemi sangat eksistensial bukan hanya terhadap demokrasi atau sistem kekuasaan daulat rakyat, tetapi juga bangsa dan negara. Kalau pandemi korupsi tidak dapat dikendalikan," ujarnya.

Oleh karena itu, kasus dugaan mahar politik yang ada di Pilkada Merauke, menurut Kristiadi, hanya serpihan dari patologi politik uang yang sudah merambah di hampir seluruh tubuh politik di Indonesia.

Jika pengawasan tidak dilangsungkan secara ketat, maka Pilkada bukan lagi kompetisi politik, melainkan 'medan menyabung nyawa' penguasa atau oligarki politik yang merelakan banyak rakyat sebagai korbannya.

"Maka diperlukan kekuatan masyarakat sipil yang kuat dan opini publik yang waras untuk melawan tatanan politik yang oligarkis, terutama di partai politik," demikian J Kristiadi.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Terobosan Baru, Jaringan 6G Punya Kecepatan hingga 100 Gbps

Selasa, 07 Mei 2024 | 12:05

172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah Serentak Gelar Aksi Bela Palestina Kutuk Israel

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:54

Usai Terapkan Aturan Baru, Barang Kiriman TKI yang Tertahan di Bea Cukai Bisa Diambil

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:37

MK Dalami Pemecatan 13 Panitia Pemilihan Distrik di Puncak Papua ke Bawaslu dan KPU

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:29

Tentara AS dan Pacarnya Ditahan Otoritas Rusia

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:18

Kuasa Pemohon dan Terkait Sama, Hakim Arsul: Derbi PHPU Seperti MU dan City

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:11

Duet PDIP-PSI Bisa Saja Usung Tri Risma-Grace Natalie di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:56

Bea Cukai Bantah Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:37

Pansel Belum Terbentuk, Yenti: Niat Memperkuat KPK Gak Sih?

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:35

Polri: Gembong Narkoba Fredy Pratama Kehabisan Modal

Selasa, 07 Mei 2024 | 10:08

Selengkapnya