Berita

Pakar hukum tata negara Refly Harun/Net

Politik

Ini Alasan Refly Harun Tegas Gugat PT 0 Persen Lagi

RABU, 09 SEPTEMBER 2020 | 00:25 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Ada perbedaan mendasar dari gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal presidential threshold (PT) nol persen oleh sejumlah tokoh dan praktisi hukum dulu sebelum Pilpres 2019 dan baru-baru ini.

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, perbedaan mendasarnya yakni soal waktu melayangkannya gugatan ke MK.

"Beda yang dulu-dulu itu kita harus bedakan dua fase. Sebelum pilpres dan pemilu serentak," ujar Refly Harun saat mengisi diskusi series RMOL Network, Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk "Presidential Treshold Kejahatan Politik" Selasa (8/9).

Menurut Refly, dalam pemilu serentak dahulu presidential threshold masih ada legitimasinya. Ini lantaran partai-partai politik peserta pemilu dirasa tidak kehilangan haknya karena harus bergabung atau koalisi.

"Kalau pemilu serentak oke lah yang namanya Presidential Threshold masih ada legitimasinya karena partai-partai peserta pemilu tidak kehilangan haknya mereka harus gabung," tuturnya.

Namun berbeda halnya dalam pemilu presiden (Pilpres). Seharusnya, semua partai politik yang terdaftar memiliki hak yang sama di dalam demokrasi.

"MK harusnya sudah batalkan (PT) itu pada 2019 kemaren. Kenapa? saya baca pertimbangan hukum MK tapi itu bukan pertimbangan hukum tapi pertimbangan politik," katanya.

Sebagai contoh, kata dia, MK mengatakan bahwa PT itu memperkuat sistem pemerintahan presidensiil. Walaupun, hal ini berbanding terbalik dengan asas dalam konstitusi.

"(Dasar pernyataan MK) dari mana? Itu kan hipotetis tidak bisa dijadikan landasan yuridis konstitusional. Yuridis konstitusionalnya adalah bahwa hak parpol peserta pemilu untuk mengajukan calon dan itu tidak boleh dihilangkan," bebernya.

"Makanya berarti sudah melanggar konstitusi secara nyata," demikian Refly Harun.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Bentuk Unit Khusus Pidana Ketenagakerjaan, Lemkapi sebut Kapolri Visioner

Kamis, 02 Mei 2024 | 22:05

KPK Sita Bakal Pabrik Sawit Diduga Milik Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 21:24

Rakor POM TNI-Polri

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:57

Semarak Hari Kartini, Srikandi BUMN Gelar Edukasi Investasi Properti

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:50

KPK Sita Kantor Nasdem Imbas Kasus Bupati Labuhanbatu

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:46

Sesuai UU Otsus, OAP adalah Pribumi Pemilik Pulau Papua

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:33

Danone Indonesia Raih 3 Penghargaan pada Global CSR dan ESG Summit 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:21

Pabrik Narkoba di Bogor Terungkap, Polisi Tetapkan 5 Tersangka

Kamis, 02 Mei 2024 | 20:15

Ahmed Zaki Harap Bisa Bermitra dengan PKB di Pilgub Jakarta

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:50

PP Pemuda Muhammadiyah Gelar Tasyakuran Milad Songsong Indonesia Emas

Kamis, 02 Mei 2024 | 19:36

Selengkapnya