Berita

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira/Net

Politik

Bhima Yudhistira: Dewan Moneter Bentuk Abuse Of Power Fiskal Yang Kelewat Jauh

KAMIS, 03 SEPTEMBER 2020 | 10:41 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

RMOL. Rancangan UU Bank Indonesia (RUU BI) yang tengah digodok oleh DPR RI terus menuai reaksi di kalangan masyarakat.

Sebab, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU 23/1999 itu akan menjadi dasar pembentukan Dewan Moneter yang bertugas untuk membantu pemerintah dan BI.

Apalagi, lewat Perppu 1/2020 yang kini telah menjadi UU 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 saja, pemerintah telah mendapat ruang kewenangan yang luar biasa.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut kehadiran Dewan Moneter dalam RUU BI sebagai langkah offside yang dilakukan pemerintah.

"UU 2/2020 saja sudah offside. Ini dengan revisi BI dan Dewan Moneter adalah bentuk abuse of power fiskal yang kelewat jauh mau atur moneter segala," kata Bhima Yudhistira saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Rabu (2/9).

Atas dasar itu, menurut Bhima, jika Kemenkeu merasa belum cukup dengan UU 2/2020, maka itu hanya alasan semata bahwa kewenangan fiskal belum cukup.

"Alasannya Kemenkeu merasa Perppu yang telah disahkan menjadi UU 2/2020 belum cukup dalam hal wewenang fiskal," kata Bhima.

Lagi pula, sambungnya, konsep Dewan Moneter itu sendiri adalah sebuah kemunduran karena melihat KSSK tidak berjalan optimal koordinasinya.

"Tidak perlu buat Dewan Moneter. Ini sih masalah ego sektoral dan dominasi eksekutif aja untuk kontrol moneter secara eksesif," ujarnya.

Lebih lanjut, Bhima menyatakan bahwa jika Dewan Moneter dihadirkan kembali, maka akan memiliki dampak kemunduran bagi institusi moneter itu sendiri. Dengan adanya Dewan Moneter yang akan mengontrol keuangan ini seperti era orde baru (orba) dulu.

"Dampaknya pembentukan governance institusi moneter jadi mundur ke belakang. Balik ke orde baru. Pengambilan kebijakan moneter yang berbasiskan data driven bisa jadi political driven karena kontrol eksekutifnya over," demikian Bhima Yudhistira. 

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya