Berita

Direktur Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf/Net

Politik

Polemik Influencer, Gde Siriana: Bisa Timbul Netizen Publik Vs Netizen Plat Merah!

RABU, 02 SEPTEMBER 2020 | 08:55 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Pernyataan Jurubicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, yang menyebut influencer adalah ujung tombak demokrasi digital terus menuai kritik.

Salah satu kritikan datang dari Direktur Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.

Dia berpandangan, pembangunan demokrasi Indonesia tidak bisa berpatokan pada dunia digital. Sebab jauh sebelum era digital hadir, demokrasi telah kuat karena keterlibatan masyarakat di dalam penentuan kebijakan.

"Di era sebelum digital atau sekarang era digital, baik atau buruknya demokrasi dijalankan tergantung pada kekuatan civil society. Semakin kuat civil society, maka demokrasi makin berkualitas," ujar Gde Siriana saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (2/9).

Namun, di era digital sekarang ini, banyak kelompok masyarakat yang mulai menyampaikan hak berpendapatnya melalui media digital dengan mendapat bayaran seperti influencer yang mendapat kucuran dana dari APBN hingga Rp 90,45 miliar.

"Aktivitas civil society tidak berbayar, termasuk para netizen. Jika Fadjroel bilang sekarang masyarakat partisipatif dalam kebijakan, ya mestinya influencer ini tidak dibayar pemerintah," sambung Gde Siriana.

Dari situ, aktivis Bandung Intiative ini menegaskan bahwa influencer yang dibayar pemerintah tidak bisa bersifat objektif dalam menyampaikan informasi. Berbeda halnya dengan masyarakat yang cenderung kritis untuk membangun bangsa.

"Netizen plat merah karena dibayar pemerintah tidak bisa dibilang partisipasi masyarakat lagi, karena ini menjadi corong suara pemerintah, seperti biro agitasi propaganda pemerintah," katanya.

Bahkan, Gde Siriana menyebut influencer yang dibayar pemerintah akan semakin memperkuat keterbelahan di masyarakat, yang ujungnya akan timbul kutub netizen publik dan netizen plat merah.

"Justru hal ini menimbulkan perlawanan atau gap di masyarakat. Antara netizen yang murni partisipasi masyarakat dalam mengkritisi kebijakan publik vs netizen plat merah berbayar yang mendukung kebijakan pemerintah. Potensi konflik horisontal pun besar," ungkapnya.

"Jika ini (influencer) gunakan APBN maka harus ikuti prosedur pengadaan barang dan jasa yang perlu dalam pemilihan netizen berbayar. Netizen plat merah ini tak lebih statusnya dari vendor seperti vendor-vendor lainnya," demikian Gde Siriana Yusuf.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya