Berita

Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Letnan Kolonel Soeharto/Repro

Histoire

Panglima Besar Di Simpang Kudeta

SENIN, 31 AGUSTUS 2020 | 14:42 WIB | OLEH: REPUBLIKMERDEKA.ID

RMOL.  Percobaan kudeta 3 Juli 1946 sempat menyeret nama Panglima Besar Jenderal Soedirman. Kedekatannya dengan Tan Malaka dan kelompok antidiplomasi memunculkan tudingan miring, ikut merancang kudeta.

Pasca penangkapan Soedarsono Cs di Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta, pada hari itu juga, 3 Juli 1946, Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin mengirim detasemen khusus Brigade 29 pimpinan Kolonel Dahlan untuk menjemput Jenderal Soedirman di rumahnya, Loji Gandrung, Solo, Jawa Tengah.

Robert Elson dalam buku berjudul Soeharto: Sebuah Biografi Politik (2005), menyebut, kelompok Sjahrir menilai ada restu Panglima Besar Soedirman (yang kala itu berhubungan baik dengan Tan Malaka) dalam upaya kudeta kabinet tersebut.

Manuver 3 Juli 1946 tersebut adalah puncak dari perseteruan para elite dalam mempertahankan kemerdekaan. Buah dari hubungan tak sehat dan perselisihan antara kubu PM Sjahrir dan Amir dengan kelompok oposisi Tan Malaka yang dekat dengan Markas Besar Tentara. (Baca: Kudeta Pertama Yang Dimaafkan)

Pada sisi lain, kelompok Sjahrir menganggap Soedirman tak layak memimpin tentara. Sjahrir dan Amir menginginkan tentara Indonesia yang baru, bebas dari fasisme dan militerisme. Tentara yang bukan didikan atau buatan Jepang.

Sikap Sjahrir dan Amir dianggap tidak realistis karena saat itu tentara yang siap justru dari hasil didikan Jepang dengan jumlah mencapai dua juta orang di Jawa dan Bali.

Sementara kalangan Tentara banyak yang tidak setuju dengan sikap lunak Soekarno-Hatta mengedepankan diplomasi dengan Belanda. Jalan diplomasi yang dipimpin PM Sjahrir itu membuat Indonesia harus banyak mengalah. Soedirman justru mendukung pandangan kelompok Tan Malaka yang menginginkan kemerdekaan 100 persen. Tentara tidak kenal menyerah.

Menjemput Soedirman, Dahlan Cs dibekali surat yang diteken Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin. Soedirman diminta untuk menghadap Presiden Soekarno terkait upaya kudeta yang terjadi pagi hari itu. Surat itu disertai upaya paksa berupa ancaman penahanan di tempat jika Soedirman menolak.

Menahan kemarahan, Soedirman meminta pasukan Dahlan untuk kembali ke Yogyakarta. Seperti ditulis sejarawan Universitas Indonesia  S.I. Poeradsasta dalam Hubungan Soedirman dengan Persatuan Perjuangan, Soedirman menyatakan akan datang menemui Soekarno. Ia dikawal pasukan Divisi Penembahan Senopati, pimpinan Mayor Soetarto.

Sehabis asar, Soedirman tiba di Istana Negara Gedung Agung. Ia langsung bergabung dengan rapat yang dipimpin Presiden Sukarno dan dihadiri menteri kabinet, wakil partai dan beberapa organisasi politik besar.

Dalam rapat itu, Sjahrir, Amir, dan Abdulmadjid Djojohadiningrat bersuara menyerang. Mereka tidak setuju dengan gerakan Tan Malaka dan Yamin, yang dianggap mendapat dukungan dari Soedirman.

Soedirman tetap dengan pendiriannya yang tidak menyetujui negosiasi dengan pihak penjajah Belanda. Rapat berlangsung alot. Sebagian dari pendukung Sjahrir, ingin agar Jenderal Soedirman diganti dari pucuk pimpinan tentara. Tapi Hatta tampil membela Soedirman.

Rapat berakhir dengan beberapa kesepakatan. Soedirman setuju untuk menandatangani surat pemberhentian Mayjen Soedarsono dan melucutinya dari semua fungsi militer.  Umar Djoy ditunjuk sebagai Panglima Divisi IV yang baru.

Sementara Soedirman tetap menjadi Panglima Besar. Kabinet Sjahrir dibubarkan. Soekarno mengambil alih pemerintah dibantu Dewan Pertahanan Negara. Anggota Dewan Pertahanan Negara pun berganti, tanpa ada lagi nama Sutan Sjahrir.

Dalam persidangan para pelaku kudeta 3 Juli 1946, Jenderal Soedirman termasuk yang diadili di Mahkamah Agung Militer. Mahkamah Militer memutuskan, Panglima Soedirman tidak terbukti terlibat dalam kudeta yang gagal itu.

Menariknya, saat memberikan kesaksian di persidangan, Soedirman tidak menyampaikan pembelaan terhadap para pelaku kudeta 3 Juli 1946. (Baca: Kudeta Gagal 3 Juli 1946)

Sejarawan Asvi Warman Adam menyebutkan, kesaksian Soedirman di Mahkamah Agung Militer itu tidak dapat ditafsirkan Soedirman meninggalkan teman-temannya, Tan Malaka Cs.

“Ada kemungkinan Soedirman tunduk kepada sumpah prajurit, patuh kepada Panglima Tertinggi Soekarno, dan pengaruh Hatta,” jelas Asvi Warman Adam.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pilkada 2024 jadi Ujian dalam Menjaga Demokrasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:52

Saling Mengisi, PKB-Golkar Potensi Berkoalisi di Pilkada Jakarta dan Banten

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:26

Ilmuwan China Di Balik Covid-19 Diusir dari Laboratoriumnya

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:54

Jepang Sampaikan Kekecewaan Setelah Joe Biden Sebut Negara Asia Xenophobia

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:43

Lelang Sapi, Muzani: Seluruh Dananya Disumbangkan ke Palestina

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:35

PDIP Belum Bersikap, Bikin Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Gusar?

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:16

Demonstran Pro Palestina Capai Kesepakatan dengan Pihak Kampus Usai Ribuan Mahasiswa Ditangkap

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:36

PDIP Berpotensi Koalisi dengan PSI Majukan Ahok-Kaesang di Pilgub Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:20

Prabowo Akan Bentuk Badan Baru Tangani Makan Siang Gratis

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:50

Ribuan Ikan Mati Gara-gara Gelombang Panas Vietnam

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:29

Selengkapnya