Berita

TikTok mengaku akan mengajukan gugatan atas perintah eksekutif Presiden Donald Trump/Net

Dunia

Serangan Balasan, TikTok Siap Gugat Gedung Putih

MINGGU, 23 AGUSTUS 2020 | 11:37 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

TikTok melancarkan serangan balasan terhadap pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Aplikasi video singkat tersebut berkomitmen untuk mengajukan gugatan atas perintah eksekutif Trump terkait larangan penggunaannya.

"Untuk memastikan bahwa supremasi hukum tidak diabaikan dan perusahaan serta pengguna kami diperlakukan secara adil, kami tidak punya pilihan selain menantang perintah eksekutif melalui peradilan," ujar jurubicara TikTok melalui pernyataan yang dikutip The Telegraph, Minggu (23/8).

Awal Agustus, Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang berisi larangan transaksi dengan perusahaan induk TikTok, ByteDance yang berbasis di China. Larangan tersebut berlaku pada 15 September 2020.

Artinya, ByteDance memiliki sedikit waktu untuk menemukan perusahaan atau individu AS yang bisa mengakuisisi operasi TikTok di sana, mengingat Trump akan melarang aplikasi tersebut pada tenggat waktu yang sama.

ByteDance sendiri sudah membuat kemajuan pembicaraan dengan Microsoft dan Oracle. Namun pihak TikTok masih merasa tidak adil dengan perintah yang dilayangkan oleh Trump.

Pasalnya, Trump menuding TikTok telah memberikan data pengguna AS kepada Partai Komunis China. Selain itu, aplikasi tersebut juga diduga berusaha meracau pemilihan umum AS pada 3 November.

Walaupun begitu, baik TikTok, ByteDance, dan pemerintah China menyanggah klaim tersebut.

Secara terpisah, pengguna aplikasi pesan singkat dari China, WeChat yang berbasis di AS, menuntut Gedung Putih.

Keluhan disampaikan oleh Aliansi Pengguna WeChat AS di San Francisco pada Jumat (21/8). Penggugat mengatakan mereka tidak berafiliasi dengan WeChat, maupun perusahaan induknya, Tencent Holdings.

Dalam gugatan tersebut, mereka meminta hakim pengadilan federal untuk menghentikan penegakan perintah eksekutif Trump, mengklaim itu akan melanggar kebebasan berbicara pengguna AS, kebebasan menjalankan agama dan hak konstitusional lainnya.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya