Berita

Presiden Emmanuel Macron bersama Kanselir Jerman Angela Merkel/Net

Dunia

Di Benteng Fort de Bregancon Macron dan Angela Merkel Bahas Sengketa Pilpres Belarusia Hingga Insiden Alexei Navalny

JUMAT, 21 AGUSTUS 2020 | 08:25 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Di dalam tembok Fort de Bregancon, kediaman tradisional musim panas para pemimpin Prancis, Presiden Emmanuel Macron bersama Kanselir Jerman Angela Merkel mendiskusikan kemelut global yang terjadi di beberapa negara belakangan ini.

Keduanya mengajukan tawaran mediasi yang dipimpin oleh Uni Eropa untuk Belarusia, di mana polisi telah menindak protes pasca pemilihan terhadap Presiden Alexandr Lukashenko.

"Dialog antara pihak berwenang, oposisi, dan masyarakat sipil, sangat penting. Kami berharap dialog ini dapat dilakukan oleh Belarusia sendiri," kata Macron setelah berbicara dengan Merkel, di benteng pulau abad pertengahan di Mediterania itu pada Kamis (20/8), seperti dikutip dari AFP, Jumat (21/8).

"Uni Eropa siap membantu jika peran kami dalam mediasi dapat berguna dan diinginkan oleh Belarusia bersama dengan institusi lain  dan termasuk Rusia," kata Macron.

Pada pertemuan Uni Eropa yang digelar sehari sebelumnya, para pemimpin UE mengatakan mereka tidak akan mengakui terpilihnya kembali Lukashenko.

"Tidak ada keraguan bahwa ada pelanggaran aturan besar-besaran dalam pemilu di sana," kata Merkel kepada wartawan di Berlin setelah pertemuan video darurat dengan para pemimpin Uni Eropa.

"Pemilihan itu tidak bebas atau adil. Dan itulah mengapa hasil pemilihan tidak bisa diakui," lanjut pemimpin negara yang saat ini memegang jabatan presiden Uni Eropa bergilir selama enam bulan itu.

Pembahasan kemudian berlanjut pada ketegangan yang meningkat antara Yunani dan Turki terkait sengketa perairan Mediterania. Macron mengatakan bahwa dia dan Merkel memiliki agenda bersama dan dengan tegas menyatakan dukungannya untuk Yunani.

“Kami memiliki agenda bersama di Mediterania Timur. Kami berdiri bersama dengan Yunani dan ingin memastikan stabilitas kawasan, serta mendukung de-eskalasi," kata Merkel.

Sebelumnya pada hari Kamis, Presiden Prancis memperjelas sikap kerasnya di Ankara dengan mengatakan bahwa rivalnya dari Turki Recep Tayyip Erdogan sedang melakukan kebijakan ekspansionis yang mencampur nasionalisme dan Islamisme, yang tidak sesuai dengan kepentingan Eropa dalam sebuah wawancara dengan Paris Match. Macron juga menuduh Turki sebagai 'faktor destabilisasi'.

"Kami juga bekerja sama di Libya," Macron menambahkan, mengacu pada perang saudara yang telah melanda negara Afrika Utara itu sejak 2011.

“Prioritasnya adalah mendapatkan gencatan senjata dan resolusi politik. Misi Uni Eropa harus diperkuat, mereka yang melanggar embargo PBB harus diberi sanksi,” lanjut Macron.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prancis juga mengatakan bahwa dia ingin melihat Eropa bersatu. Baik dalam persoalannya dengan China, dukungan kepada Lebanon dalam tanggapan kemanusiaan terhadap ledakan Beirut, dan kerja sama di Afrika terkait kudeta militer yang terjadi di Mali.

Merkel mengingatkan dan mengajak semua negara untuk meningkatkan kerja sama dalam mengatasi berbagai masalah yang tengah mengguncang dunia saat ini, dari sengketa pilpres Belarusia hingga pandemik Covid-19.

“Meskipun kami tidak menikmati kepemimpinan global, kami akan memastikan Uni Eropa membuat suaranya didengar,” lanjutnya menggemakan tema Macron tentang kedaulatan Eropa.

Mengenai masalah Covid-19 Merkel menekankan bahwa pandemik saat ini masih jauh dari selesai dan UE perlu bersatu untuk memerangi krisis.

“Tidak ada negara yang bisa pergi sendiri, semua negara tidak bisa lockdown lagi, jadi perlu kerja sama di tingkat internasional,” lanjutnya.

Berkenaan dengan paket stimulus Covid-19 senilai 750 miliar euro yang disepakati pada bulan Juni lalu, Merkel mengatakan bahwa Prancis dan Jerman perlu bekerja sama untuk memastikan keputusan strategis yang tepat dalam memanfaatkan dana dengan sebaik-baiknya.

Kedua pemimpin negara juga mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap insiden yang menimpa tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny yang dirawat karena diduga keracunan, dan menawarkan bantuan mereka.

Macron mengatakan Prancis siap memberikan bantuan dalam hal kesehatan Navalny, suaka atau perlindungan, sementara Merkel mengatakan kritikus Kremlin dapat menerima perawatan medis di kedua negara.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya